Sukses

Stasiun Semut Surabaya, Warisan Belanda Berusia 141 Tahun

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menetapkan stasiun ini sebagai bangunan cagar budaya yang perlu dipertahankan konstruksi aslinya.

Liputan6.com, Surabaya - Di Surabaya, Jawa Timur terdapat tujuh stasiun kereta api yang masih aktif. Dari tujuh stasiun tersebut, ada yang merupakan peninggalan Belanda.

Salah satunya, Stasiun Semut atau dikenal juga Stasiun Surabaya Kota (SB). Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menetapkan Stasiun Surabaya Kota atau Stasiun Semut salah satu cagar budaya. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun 9, Surabaya, Jawa Timur. Stasiun Semut sebelumnya disebut Stasiun Bibis karena keberadaannya di depan Kali Bibis.

Mengutip laman cagarbudaya.kemendikbud.id, Stasiun Semut diresmikan oleh J.W. Van Lasberge pada 16 Mei 1878. Hal itu bersamaan dengan dibukanya dua jalur kereta api Surabaya-Pasuruan dan Surabaya-Malang sepanjang 115 kilometer. 

Tujuan dibukanya jalur kereta api tersebut untuk mengangkut hasil-hasil bumi dan perkebunan dari daerah pedalaman, Jawa Timur. Meningkatnya penggunaan kereta api,pada 11 November 1911 konstruksi stasiun ini mengalami perluasan sampai ke wujud yang sekarang ini.

Selanjutnya, pada 1930-an, Stasiun Surabaya Kota menjadi stasiun ujung untuk kereta api ekspres yang terbaik. Rutenya dari Eendaagsche yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya dalam waktu tercepat, yaitu 11 jam 30 menit.

Stasiun Surabaya Kota sudah dijadikan cagar budaya oleh wali kota Surabaya pada 26 September 1996. Stasiun itu sebagai konstruksi yang harus dipertahankan bersama dengan bangunan cagar budaya lainnya yang ada di Surabaya.

Keberadaan stasiun ini sempat terancam dengan rencana pembangunan pusat perbelanjaan dan kawasan pertokoan. Hal tersebut bisa merusak keaslian lanskap stasiun.

Konstruksi lama stasiun ini mulai direnovasi pada Juni 2012, untuk bisa dioperasikan kembali untuk penumpang. Sejak Juli 2014, stasiun Surabaya Kota telah menggunakan sistem persinyalan elektrik buatan salah satu perusahaan di Surabaya.

 

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pintu Air Jagir Berdiri Sejak 1917

Sebelumnya, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma), salah satu pimpinan daerah sering terjun ke lapangan. Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini bahkan pernah hujan-hujanan pantau banjir.

Ia pun tak sungkan untuk turun ke lapangan. Cek pintu air dan rumah pompa yang ada di Surabaya agar memastikan banjir tidak mengganggu Surabaya, Jawa Timur. Bicara soal pintu air, di Kota Pahlawan ini terdapat sejumlah pintu air yang sudah ada sejak zaman Belanda dan baru dibangun, antara lain pintu air Jagir, Kayun, Petemon, Patuah, Simo dan Bozem Morokrambangan, serta Kandangan.

Nah, salah satu pintu air yang dibangun sejak zaman Belanda yaitu pintu air Jagir. Pintu air Jagir ini dibangun sekitar 1917, pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Mengutip laman lovesuroboyo, pada masa itu, orang-orang Belanda menganggap kalau banjir adalah hal yang terburuk. Oleh karena itu, Belanda membangun pintu air yang mampu mengantisipasi banjir.

Rencana pembangunan pintu air tersebut juga sudah dipikirkan dan diantisipasi karena Belanda adalah negara yang permukaan tanahnya berada di bawah permukaan laut.

Selain itu, tujuan awal dibuat pintu air tersebut ialah untuk memperlancar kondisi Surabaya, karena pada saat itu Surabaya menjadi kota dagangnya Hindia Belanda. Dalam pembuatan Pintu Air Jagir, Belanda mengerahkan rakyat pribumi untuk menggali tanah sepanjang 5,6 kilometer, sehingga jadilah Kali Jagir.

Mengutip situsbudaya.id, pintu air ini mengatur air yang masuk ke Surabaya melalui anak Sungai Brantas yaitu Sungai Mas. Bila Sungai Mas menunjukkan kelebihan debit air dari Sungai Brantas, airnya akan dibuang melalui pintu air ini menuju ke anak Sungai Mas, Sungai Jagir.

Sebelum dibangun Belanda, di wilayah ini juga terdapat sejarah. Di wilayah ini juga tempat bersauhnya armada tentara Tar-Tar dari China yang akan menyerang Raja Jayakatwang dari Kediri. Akan tetapi, akhirnya dikalahkan dari Pasukan Majapahit di bawah pimpinan Raden Wijaya.

Seiring berjalannya waktu, setelah terjadi pemindahan kekuasaan beserta asetnya, bangunan ini menjadi milik Bangsa Indonesia. Selanjutnya, Pintu Air Jagir berfungsi pula untuk mengontrol kegiatan sungai Jagir, sehingga genangan banjir di Surabaya mampu terkurangi.

Pintu air tersebut juga mampu menahan sampah-sampah yang hanyut di kali Jagir. Oleh karena itu, pintu air ini memiliki makna penting bagi masyarakat Surabaya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bahkan sudah menjadikan pintu air tersebut sebagai ikon cagar budaya. Pintu AirJagir kini telah dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya, mengingat pintu air tersebut memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.

Setelah dikelola oleh PDAM, Pintu Air Jagir memberikan manfaat lain yaitu mengatur debit air yang masuk ke Surabaya, termasuk menjaga stok air di PDAM. Kini, Pintu Air Jagir diberi hiasan lampu-lampu cantik, yang jika malam tiba, akan menampakkan warna-warna bangunan yang sangat indah.

Sampai sekarang, Pintu Air Jagir masih berdiri dengan kokohnya dan berfungsi dengan baik sebagai pengendali banjir di Surabaya. Hal itu karena bangunan kuno pintu air tersebut tetap dirawat dengan baik.

Kawasan di sekitar Sungai Jagir selalu ramai dikunjungi masyarakat untuk sekadar memancing ikan. Hal ini dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk membuka usaha memancing ikan.

Sekarang, Anda sudah tahu kenapa Pintu Air Jagir itu memiliki peran penting bagi warga Surabaya. Ternyata, pintu air ada banyak ya manfaatnya.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.