Sukses

Pengakuan Tersangka Kasus Dugaan Penipuan Percepatan Berangkat Haji Asal Jatim

Terrsangka kasus dugaan penipuan percepatan pemberangkatan haji yang memakan korban 51 calon jemaah haji asal Jawa Timur (Jatim) menceritakan pertemuan dengan oknum Kemenag berinisial S.

Liputan6.com, Surabaya - Murtadji Junaedi (MJ), (54), tersangka kasus dugaan penipuan percepatan pemberangkatan haji yang memakan korban 51 calon jemaah haji asal Jawa Timur (Jatim), memaparkan penjelasan kasus dugaan penipuan percepatan pemberangkatan haji.

MJ menceritakan awal perkenalan dengan seseorang berinisial (S),  yang mengaku oknum dari Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jatim. Ia diperkenalkan oleh seorang teman sekitar Juni atau Juli 2018. 

"Selanjutnya S menyampaikan bahwa ada program khusus atau kuota khusus dari Kemenag Pusat. Lalu saya tanya, Njenengan ini sebagai apa, S menjawab punya orang dekat," kata dia di ruang balai wartawan Mapolda Jatim, Jumat, 9 Agustus 2019.

Selanjutnya komunikasi terus berkembang, S menyarankan bagi jemaah yang ingin ikut program percepatan berangkat haji ini syaratnya harus mempunyai nomor porsi dan sudah dikumpulkan.

"Sejak saat itu, S selalu memantau dan  menanyakan ada berapa yang masuk atau ikut bergabung dalam program percepatan ini," ucapnya. 

MJ saat itu tidak merasakan kecurigaannya, dia malah yakin kalau program itu benar. MJ juga sudah sering bertemu dengan S. Pertemuan tersebut bukan hanya sekali melainkan sudah enam kali ketemu. "S ini dikenal sebagai orang yang pintar dan katanya, tamatan sekokah dari luar negeri," ujar dia. 

Selanjutnya, MJ menghubungi keluarga terlebih dahulu barangkali ada yang mau ikut dan akan didaftarkan terlebih dahulu. "Komunikasi melalui telepon masih sering terjadi, jadi tidak ada istilahnya sesuatu yang mencurigakan untuk tidak berangkat. S selalu menyakinkan kami bahwa akan tetap berangkat," katanya. 

Namun, pada saat pertengahan proses program percepatan berangkat haji tersebut, MJ sudah mulai merasakan kekecewaan karena selalu ada perubahan jadwal yang diundur-undur.

"Sampai pada akhirnya, saat menjelang kita akan berangkat, S masih menghubungi saya. Kata S, tetap berangkat tinggal menunggu clearance atau hubungan dalam negeri dengan luar negeri untuk urusan manifest. Jadi saya semakin yakin bahwa itu benar," ucapnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Oknum Kemenag Hanya Terima Uang

Namun, perasaan cemas kembali melanda MJ, saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, MJ menelepon S dan ngobrol panjang lebar, tapi jawabannya S tidak bisa memuaskan hati MJ. 

"Jawaban S selalu menyuruh menunggu sampai jam 12 malam dan saat itu saya sudah mulai merasa cemas karena yang saya pikirkan itu bukan masalah uang tapi perasaan sekian banyak jemaah. Terutama bagi masyarakat Madura, peristiwa ini merupakan suatu aib," ujarnya. 

Pada saat di Astama Haji Sukolilo, MJ membawa rombongan jamaah dalam satu bus yang jumlahnya 51 orang, karena yang delapan orang sudah membatalkan diri karena jadwal keberangkatan yang selalu diundur - undur. "Jadi ketika tahu bahwa program itu tidak terjadi maka kami sudah mulai lunglai dan untungnya saya diselamatkan oleh Kapolsek Sukolilo," kata dia. 

Kapolsek Sukolilo mengamankan MJ untuk diminta keterangan, dan selanjutnya dibawa menuju Mapolda Jatim. "Keluarga saya juga ada yang jadi korban, seperti istri saya, ipar saya, teman dan guru - guru saya, sahabat saya. Jadi saya seperti kena gendam oleh S," ucapnya. 

MJ juga menceritakan, S itu hanya menerima uang saja. Karena semakin banyak jamaah yang ikut program percepatan berangkat haji maka S akan semakin senang. 

"Jadi program percepatan berangkat haji itu penambahan uangnya bervariasi. Awalnya cuma tiga juta, kemudian ada yang lima juta tapi mereka mengundurkan diri karena jadwal pemberangkatan yang selalu mundur. Dan ada juga yang jumlahnya 30 sampai 35 juta, itu jemaah yang mendaftarkan terakhir kali," ujarnya. 

MJ mengaku, semua uang dari jamaah sudah ditransfer kepada S. Bahkan S menerima uang yang melebihi dari target yang ditentukan. S selalu minta uang lagi dengan alasan meminjam untuk kepentingannya pribadi, orang tuanya, masalahnya macam-macam. 

"Jadi kalau secara bisnis, saya tidak merasakan manisnya tapi yang saya dapat malah susahnya seperti sekarang ini," katanya. 

MJ awalnya mempunyai niatan awal ingin menolong jemaah karena dengan ada program percepatan berangkat haji ini adalah membanggakan, terutama bagi orang - orang yang belum pernah berangkat haji. "Dari rasa menolong itu, akhirnya kepikiran keuntungan supaya bisa dibuat untuk dana operational dan macam - macam kebutuhan," ucapnya. 

MJ mengaku, dirinya  semula yang akan terlebih dulu melaporkan S, tetapi ketika sampai di Polda Jatim, ternyata sudah ada jemaah yang sudah melaporkan MJ. 

"S itu selalu bilang bahwa akan berangkat pada kloter terakhir yaitu kloter 85. Kemudian saya tanya, seperti koper, identitas serta dokumen, S menjawab nanti akan dikasih pada saat di embarkasi Sukolilo," ujarnya. 

MJ kini meratapi nasibnya tinggal di dalam jeruji besi Mapolda Jatim. Dia juga sudah menerima kejadian tersebut sebagai suatu musibah yang harus dilalui. "S sekarang sudah tidak bisa dihubungi. Tapi saya yakin, polisi pasti lebih tahu di mana S berada dan bagaimana harus menemukannya," ucap MJ. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.