Sukses

Mengenang Rumah Sakit Simpang Surabaya yang Kini Jadi Monumen

Bila kita mencari Rumah Sakit Simpang saat ke Surabaya, kita tidak akan menemukannya. Rumah sakit tertua di Surabaya itu kini hanya tersisa tanah rata.

Liputan6.com, Jakarta - Bila kita mencari Rumah Sakit Simpang saat ke Surabaya, kita tidak akan menemukannya. Rumah sakit tertua di Surabaya itu kini hanya tersisa tanah rata.

Rumah sakit yang dibangun sekitar 1808 menyimpan banyak sejarah. Banyak pahlawan yang gugur dan dimakamkan di sana. 

Dirangkum dari buku karya Ady Setiawan dan Marjolein van Pagee, Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu? , berikut kisah-kisah yang mewarnai Rumah Sakit Simpang, Surabaya:

Daendels Perintahkan Bangun Rumah Sakit Simpang

Rumah Sakit Simpang yang awalnya bernama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting(CBZ) dibangun atas perintah Gubernur Jenderal Daendels. Julukan Rumah Sakit Simpang datang dari penduduk sekitar yang melihat dari lokasi dibangunnya. 

Saat awal dibangun, rumah sakit ini hanya sebatas melayani sebagai pasien militer. Namun, seiring perkembangannya rumah sakit ini juga melayani warga sipil. Pasien Rumah Sakit Simpang, tak hanya warga Surabaya saja melainkan seluruh warga Jawa Timur. 

Seiring berjalanannya waktu, kapasitas daya tampung pasien semakin bertambah. Jumlah pasien terbanyak adalah ketika wabah kolera menyerang pada tahun 1868. Kala itu, pasien membludak hingga tiga kali lipat jumlah normal. 

Rumah Sakit Simpang memiliki halaman yang ditumbuhi pohon beringin besar yang rindang. Dokter dan para perawat juga memiliki rumah dinas yang dibangun di sekitar komplek rumah sakit. 

Selain itu, pada 1913 dibangun pula NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), sekolah untuk mendidik calon dokter. Para calon dokter dari NIAS ini selanjutnya melakukan praktik di Rumah Sakit Simpang. Gedung NIAS ini masih berdiri dan berfungsi menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Pada 1938 barulah dibangun Nieuwe CBZ atau Rumah Sakit Karangmenjangan. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengungsian Pasien hingga Obat

Kala Pertempuran Surabaya meletus, Rumah Sakit Simpang menjadi salah satu rumah sakit utama untuk menampung korban pertempuran. Pada  13 November 1945, dr.Soetopo yang saat itu kepala rumah sakit memutuskan untuk memindahkan para pasien ke luar kota. Hal ini karena faktor keamanan dan tenaga medis yang kelelahan bekerja setiap hari tanpa henti.

Untuk pelaksanaan pengungsian ini diserahkan pada dr.Soewandhi. Tahap pertama, pengungsian dimulai dari peralatan dan obat-obatan menuju Kota Malang dan Jombang menggunakan ambulan, cikar dan truk. Setelah itu, tahap selanjutnya baru mengungsikan para korban pertempuran menuju Sidoarjo, Malang, Mojowarno dan Jombang. 

Dengan dibantu Sudji, Kepala Djawatan Kereta Api Djawa Timur, pengungsian korban dapat berjalan dengan lancar. Proses evakuasi pasien ini dilakukan selama satu minggu, sejak 13 November 1945. Prosesnya diawali setelah persiapan selesai, para pasien diangkut dengan tandu darurat sampai dimasukan ke dalam gerbong.

Evakuasi ini dilakukan oleh pegawai Rumah Sakit Simpang, pemuda, pesawat, dokter dan Laskar Kereta Api setiap pukul 19:00 hingga 02:00. Proses evakuasi ini dilakukan setiap hari hingga berhasil menungsikan kurang lebih 1000 pasien.

Sedangkan untuk evakuasi peralatan dan obat-obatan dilakukan oleh Badan Oeroesan Mobil di bawah pimpinan Abdul Madjid. Peran Badan Oeroesan Mobil dan Djawatan Kereta Api sangatlah besar ketika pertempuran kian terjadi.

Mereka berjasa dalam menangani pengungsian, distribusi logistic dan pasukan, baik keluar atau pun masuk kota Surabaya. Badan Oeroesan Mobil adalah badan bentukan Jepang untuk persoalan transportasi yang saat itu memiliki armada 125 truk. 

 

3 dari 3 halaman

Halaman yang Menjadi Makam Massal

Ruslan Abdul Ghani dalam memoir yang berjudul 100 Hari di Surabaya mengatakan, pertempuran kala itu memakan begitu banyak korban. Dikatakan dalam satu hari mereka dapat menguburkan setidaknya 100 pejuang yang gugur di halaman rumah sakit ini. 

Mengenai makam di Rumah Sakit Simpang juga ditemukan dalam arsip DHD’45, arsip yang ditulis oleh Mochammad Thalib, pelaku penguburan di Rumah Sakit Simpang. Berikut salah satu kutipan:

"… Waktu sore kami mengangkut kayu jati satu truk untuk menguburkan orang-orang yang jadi korban di halaman CBZ. Kami bertengkar dengan Prof. Sjaaf disuruh mengubur di Taman Makam Pahlawan, tetapi kami kubur di halaman belakang CBZ.”

Arsip itu kemudian didokumentasikan dan diunggah ke grup Facebook "Roodebrug Soerabaia". Dari akun itu juga didapatkan dua orang saksi yang melihat saat kuburan massal di Rumah Sakit Simpang dibongkar. Saksi tersebut adalah Hari Sasongko dan Hari Budiman. Mereka bersaksi bahwa di makam yang luasnya dua kali lapangan badminton ini, para jenazah dikuburkan dengan senapannya.

"Satu lubang berisi enam jenazah, saat tulang belulang diangkat ada beberapa pecahan logam yang masih tertancap di tulang mereka. Lubang-lubang ini digali tidak terlalu dalam, kadang kami menarik akar tanaman ketela dan tengkorang manusia ikut terangkat.”

Menurut kesaksiannya, rupanya lokasi kuburan massal ini tepat di belakang Patung Suro dan Boyo yang berdiri di tepian Sungai Kalimas, dan belakang Plaza Surabaya yang dijadikan lahan parkir. Kini Rumah Sakit Simpang telah menjadi tanah rata. Hanya terdapat sebuah monumen kecil yang menjadi penanda tempat ini memiliki sejarah. 

 

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.