Sukses

Monjaya, Monumen Pengingat Nenek Moyang Indonesia Seorang Pelaut

Di Surabaya terdapat monumen yang dibangun untuk terus mengingatkan bangsa akan status nenek moyang Indonesia adalah seorang pelaut. Monumen itu adalah Monjaya. Yuk cari tahu!

Liputan6.com, Jakarta - "Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudra". Penggalan lirik lagu itu pasti sudah tidak asing lagi di telinga anak bangsa. Sejak kecil kita sudah dikenalkan dengan kisah nenek moyang Indonesia adalah seorang pelaut.

Di Surabaya, Jawa Timur terdapat monumen yang dibangun untuk terus mengingatkan nenek moyang bangsa Indonesia. Monumen itu adalah Monumen Jalesveva Jayamahe atau disingkat Monjaya. Monumen ini terletak di dalam daerah basis TNI AL Koarmatim Ujung, Surabaya, sebelah barat Dermaga Madura.

Jalesveva Jayamahe memiliki arti "di laut kita tetap jaya". Monumen yang menjulang tinggi itu menggambarkan seorang perwira menengah TNI Angkatan Laut berpakaian lengkap sambil menatap ke arah laut. Tertulis dalam buku Jalan–jalan Surabaya Enaknya ke Mana? karya Yusak Anshori dan Adi Kusrianto, monumen ini dirancang oleh pematung terkenal, Nyoman Nuarta.

Selain menjadi monumen, patung ini juga dapat dijadikan mercusuar, atau lampu pemandu bagi kapal-kapal yang sedang berlayar di sekitarnya. Hal itu karena monumen ini memiliki tinggi 31 meter dan berdiri di atas gedung setinggi 29 meter. Monjaya disebut-sebut sebagai patung tertinggi kedua di dunia setelah Patung Liberty yang memiliki tinggi 85 meter.

Di bagian dinding Gedung terpapar diorama sejarah kepahlawanan pejuang-pejuang bahari sejak zaman prarevolusi fisik hingga 1990-an. Patung Sang Kolonel itu dibangun dengan rangka berbahan baja dan berkulit tembaga di Surabaya.

Monumen yang sudah dibangun sejak 1990 ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada Desember 1996, bertepatan dengan Hari Armada RI yang jatuh pada 5 Desember 1996.

Selain patung dengan ukuran raksasa itu, di pelataran Monjaya terdapat juga sebuah gong terbesar di dunia. Gong itu bernama Kiai Tentrem. Gong yang dibuat dengan bahan logam kuningan ini juga dilapisi antikarat. Gong ini memiliki berat 2,2 ton, ketebalan 6 mm dan berdiameter 5 meter. Sosok yang membuat gong ini adalah pengrajin gamelan pimpinan Sutarjo dari Desa Pelem Lor, Kabupaten Bantun, Yogyakarta.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Yuk ke Monjaya!

Mengingat lokasi monumen ini termasuk wilayah pangkalan Angkatan Laut, pengunjung yang hendak kesana secara berombongan harus mengajukan permohonan kunjungan terlebih dahulu. Permohonan kunjungan itu ditujukan pada Dinas Penerangan Koarmatim, Jalan Taruna 1 Ujung.

Dalam buku ini juga disebutkan agar pengunjung dapat datang dengan pakaian yang rapi, formal dan tidak lupa membawa tanda pengenal. Bagi yang datang perseorangan, tanda pengenal ini nantinya akan ditukar dengan tanda pengenal tamu.

Museum ini buka pada Senin hingga Jumat pada jam kerja. Tidak ada kendaraan umum yang secara khusus menuju ke ujung dermaga ini. Bila kita menggunakan mobil, pelankan laju mobil dan bukalah jendela saat melewati pos penjagaan. Selain pengunjung dapat menikmati kegagahan monumen, pengunjung juga bisa menengok masuk ke kapal perang yang sedang sandar di dermaga.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.