Sukses

Jajaran Kampung Lingkungan dan Wisata di Surabaya (II)

Surabaya memiliki banyak sekali kampung lingkungan. Suasananya yang asri mampu menarik perhatian wisatawan lokal dan asing untuk mengunjunginya.

 

Liputan6.com, Jakarta - Kota Surabaya, Jawa Timur berupaya menata kampung-kampung yang ada di Surabaya. Dengan pengelolaan kampung tersebut diharapkan dapat berdampak terhadap lingkungan, ekonomi masyarakat dan bisa juga jadi tujuan wisata.

Oleh karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berupaya menata kampung.  Kampung-kampung tersebut pun disulap sehingga menjadi menarik, bersih, produktif, dan unik. Kampung tersebut ada yang menjadi kampung wisata, sejarah, kampung herbal dan lainnya.

Di sejumlah kampung tersebut memang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, dan ada juga yang ditata. Berikut sejumlah kampung di Surabaya yang dirangkum dari surabaya.go.id dan berbagai sumber:

1. Kampung Ketintang

Tanah di Ketintang sebenarnya merupakan lahan subur yang ditandai dengan banyaknya lahan pertanian beberapa dekade lalu. Ada pabrik pengilingan padi merupakan indikasi Ketintang sebagai lumbung padi Surabaya. Masih tersisa beberapa bangunan rumah lama yang menunjukkan waktu periode pembangunan sekitar 1930-an.

Dari kualitas dan penampilan rumah-rumah yang tersisa tersebut, tampak saat Ketintang menjadi lumbung padi, perekonomian penduduknya cukup baik. Ketintang memiliki beberapa punden yaitu makam Mbah Syekh dan Mbah Wijil yang merupakan tokoh penyebar agama Islam keturunan Kyai Besar Sidosermo dari Pasuruan. Pada waktu tertentu makam tersebut dikunjungi para peziarah baik dari dalam dan luar kota.

2. Jambangan

Secara berturut-turut mampu mempertahankan prestasi dalam ajang Green and Clean Kota Surabaya sejak 2008, Kampung Jambangan berevolusi menjadi kampung peduli lingkungan. Lingkungan permukiman yang asri merupakan hasil upaya kader lingkungan dan masyarakat yang secara rutin melakukan kegiatan kebersihan.

Sampah dipisahkan mulai dari tingkat rumah tangga dengan sampah basah dibuat kompos dan sampah kering diolah menjadi produk yang bernilai ekonomis. Produk kerajinan daur ulang kampung ini telah dikenal baik di Kota Surabaya dan luar kota. Selain dipasarkan melalui pameran, produk daur ulang ini juga telah diekspor ke Jepang (bersama produk kampung lain).

3. Morokrembangan

 Jenis kegiatan ekonomi lokal yang khas di Morokrembangan adalah usaha perajin tas, khususnya tas wanita. Kegiatan usaha ini masih dalam skala rumah tangga dengan sebagian besar tenaga kerjanya adalah penduduk sekitar Morokrembangan.

Tas-tas yang dihasilkan sebagian besar dikirim keluar Surabaya, seperti Lamongan dan Benjeng. Tas juga dipasarkan di Pusat Grosir Surabaya (PGS) dan beberapa daerah di luar Jawa seperti Ujung Pandang dan Samarinda. Usaha ini sudah diwadahi dalam bentuk kelompok usaha bersama yang berdiri sejak 1976.

4.Made

Kegiatan ekonomi lokal yang berkembang di Made adalah pertanian, mengingat masih banyak lahan yang mendukung kegiatan tersebut. Dari lahan yang digunakan untuk pertanian hanya 35 persen yang merupakan milik masyarakat, sedangkan 65 persen merupakan milik pengembang yang dipinjamkan kepada masyarakat.

Cabai merupakan produk unggulan dari pertanian Made yang telah dipasarkan hingga Pulau Sumatra (Lampung dan Medan). Kegiatan pertanian ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dari warga Made dan sekitar Surabaya. Selain budidaya pertanian, juga dikembangkan budidaya perikanan darat yang menggunakan lahan milik BKTD (Bekas Tanah Kas Desa).

Selain itu, kampung ini merupakan hasil penyatuan dari beberapa dukuh seperti Watulawang, Ngemplak, dan Made. Lokasi kampung ini terletak sekitar 800m dari Ciputra Waterpark.

Bangunan rumah penduduknya kebanyakan bergaya arsitektur Jawa dengan sentuhan adat Bali. Oleh sebab itulah kampung ini disebut sebagai Kampung Bali-nya Surabaya. Asal muasal nama Made ini muncul untuk menghormati jasa pejuang revolusi I Made Suganda yang pernah tinggal di daerah tersebut.

Sosok beliau rupanya begitu dihormati dan melekat dalam benak masyarakat hingga mengundang simpati warga.Tempat ini seringkali digunakan untuk doa bersama dengan ritual campuran antara Hindu dan Islam setiap malam Jumat Kliwon.

5. Gundih

Pada 1990-an, Kampung Gundih dikenal sebagai ‘kawasan merah’, atau kampung preman. Kegelisahan akan stigma negatif lingkungan kampung memotivasi masyarakat untuk melakukan perubahan. Sebagai penggerak kegiatan dibentuk kader lingkungan yang memberikan arahan kepada warga untuk menjaga lingkungannya.

Mereka membuat kebijakan yang disepakati antara lain pemilahan sampah, larangan menjemur pakaian di depan rumah, dan menjaga kebersihan lingkungan. Kelurahan Gundih menerapkan kebijakan setiap penambahan KK wajib memberikan 1 pohon mangga (dengan ukuran yang telah ditentukan) atau membayar Rp30.000,00 untuk pembelian pohon mangga.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kampung Ekologis

6.Kampung Ekologis

 Merdeka Dari Sampah (MDS) yang dicanangkan Kelurahan Gundih dalam beberapa tahun terakhir secara bertahap menjadikan Gundih bersih dan asri. Sampah didaur ulang sehingga hanya sebagian kecil yang dibuang ke TPA. Melalui kegiatan pengelolaan lingkungan, warga mendapat peluang mengolah sampah menjadi produk bernilai jual.

Dibekali beberapa pelatihan, kader lingkungan memanfaatkan limbah plastik untuk dijadikan produk kerajinan tangan. Bersama pengrajin lain di Surabaya, hasil kerajinan tangan tersebut mampu diekspor ke Jepang dan dipasarkan dalam pameran lokal dan nasional. Saat ini telah didirikan “Bank Sampah” yang berfungsi sebagai koperasi bagi masyarakat dengan memanfaatkan sampah sebagai media transaksi.

7. Wonorejo

Wonorejo yang terletak di kawasan pantai timur Surabaya merupakan kawasan konservasi pusat mangrove yang dilindungi Pemerintah Kota Surabaya. Sebagian besar wilayah Wonorejo terdiri atas tambak, tanah rawa dan hutan mangrove. Sebagai salah satu ikon kota ini dengan wisata mangrove, kampung Wonorejo mulai berbenah dalam pengelolaan kawasan wisata.

Bekerja sama dengan berbagai pihak, warga bersama dengan pemkot melakukan pengembangan pembibitan mangrove dan berbagai kegiatan pengembangan mangrove. Tercatat tidak hanya wisatawan dalam negeri, tapi juga wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kawasan wisata ini.

8. Kedung Baruk

 Kampung Kedung Baruk terletak di wilayah Surabaya bagian Timur, sebagian wilayah tersebut didominasi oleh permukiman formal dan swadaya. Dalam perkembangannya, Kedung Baruk akan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dengan adanya jalan arteri MERR (Middle East Ring Road) yang direncanakan hingga wilayah perbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo.

Untuk mencapai target mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat, kampung Kedung Baruk memiliki banyak bentuk Usaha Kecil Menengah (UKM). Tercatat terdapat lebih dari 30 UKM telah tergabung dalam Koperasi Kampung Unggulan. Yang menonjol dari kegiatan UKM itu ialah pemanfaatan limbah mangrove menjadi berbagai bentuk produk, di antaranya sirup, sabun, tepung, kue kering, dan permen.

9. Kampung Jajanan

Sebagian besar warga di kampung ini mencari nafkah dengan berjualan jajanan pasar. Keputran Panjungan gang 33 no. 66, tempat inilah yang menjadi pusat Kampung Jajanan.

Unik, karena semua rumah di gang tersebut memiliki nomor yang sama yaitu 66. Tidak ada yang tahu pasti karena setiap warga di daerah ini menjual jajanan pasar, namun jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati kuliner tradisional dari kampung ini.

10. Kampung Anggrek

Lokasi Kampung Anggrek berada di tengah kota, ruko dan lalu lintas jalan raya. Kampung ini memiliki nuansanya hijau dan tenang, sehingga menghadirkan atmosfer yang berbeda. Daerah ini disebut kampung anggrek karena setiap rumah di daerah ini memiliki anggrek penangkaran dan melakukan budidaya intensif.

Warga di kampung tersebut, khususnya ibu-ibu juga aktif melakukan daur ulang. Salah satu contohnya adalah tas tangan hasil daur ulang dari bungkus pewangi pakaian. Keistimewaan Kampung Anggrek lainnya adalah keberadaan antara sampah kering dan basah yang menggunakan metode takakura.

Ternyata, pemkot Surabaya dan juga warganya amat perduli dengan kondisi lingkungan kampungnya. Terbukti dengan berbagai program kepedulian terhadap lingkungan yang telah dijalankan.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.