Sukses

Kuasa Hukum Minta Kajian Dalam Kondisi Kliennya Sebelum Hukuman Kebiri Kimia

Handoyo, Kuasa Hukum Muhammad Aris meminta kajian yang lebih mendalam pada fisik dan psikologi kliennya sebelum hukuman kebiri kimia dijalankan.

Surabaya - Handoyo, Kuasa Hukum Muhammad Aris, pelaku pencabulan anak di Mojokerto meminta kajian lebih mendalam pada fisik dan psikologi klien sebelum hukuman kebiri kimia dijalankan.

Hal ini karena menurut Handoyo, kondisi pelaku kurang stabil. "Dia melakukannya di dalam kamar Masjid, kalau orang waras tidak mungkin melakukan itu," ujar dia kepada Fuad, reporter Maja FM, melansir suarasurabaya.net, Senin (26/8/2019).

Sebelumnya, memang penyidik telah melakukan tes kejiwaan, tapi dia rasa masih kurang mendalam. Ia menambahkan, selama mendampingi terhadap Aris, pihaknya merasa kesulitan untuk berkomunikasi, karena pelaku cenderung diam dan tak banyak kata-kata.

Handoyo menuturkan, seharusnya pelaku yang dijatuhkan hukuman kebiri kimia mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. "Harus dicari alasannya kenapa sampai melakukan hal itu," tutur dia.

Selain itu, karena kasus ini sudah inkrah, pihaknya berharap keluarga bisa terbuka dalam kasus ini.

"Mau saya tanyakan kepada pelaku, apakah mengajukan PK atau tidak," tutur dia saat dikonfirmasi di Lapas Kelas IIB, Mojokerto, Senin, 26 Agustus 2019.

Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menyatakan Muhammad Aris asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Mojokerto bersalah. Aris terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sembilan anak sejak 2015.

Aris didakwa melanggar Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dia divonis 12 tahun penjara, dan denda Rp 100 juta subside 6 bulan kurungan. Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kebiri kimia kepada Aris. Vonis itu tertuang dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk pada 2 Mei 2019.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur juga menolak menjadi eksekutor untuk hukuman kebiri kimia terpidana Muhammad Aris. Hal ini dinilai melanggar kode etik.

"Payung hukum belum ada, putusan ini juga belum jelas bagaimana eksekusinya, suntikan apa dan siapa yang melakukan. Karena IDI juga sudah menolak,” Ketua IDI Jatim, dr Poernomo Budi Setiawan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kejati Jawa Timur Koordinasikan Petunjuk Teknis Eksekusi Hukuman Kebiri Kimia

Sebelumnya, putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya dipastikan menguatkan vonis Pengadilan Negeri Mojokerto yang memberi tambahan hukuman kebiri kimia terhadap terpidana Muhammad Aris.

Selain hukuman kebiri kimia, hukuman diberikan dengan menetapkan penjara 12 tahun dan denda Rp 100 juta subside enam bulan kurungan.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sedang mengoordinasikan petunjukan teknis eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana kasus pencabulan anak yaitu Muhammad Aris menyusul putusan banding dari Pengadilan Tinggi Surabaya yang telah inkrah (tetap).

Hal itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Richard Marpaung. "Hukuman kebiri kimia ini baru pertama kali di Indonesia dan belum ada petunjuk teknisnya, sehingga untuk mengeksekusinya kami perlu berkoordinasi lebih dulu dengan pimpinan di Kejaksaan Agung,” ujar dia seperti melansir Antara, Senin, 26 Agustus 2019.

Terpidana Aris, Warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto dalam perkara ini divonis bersalah karena mencabuli sembilan orang korban yang masih berusia anak-anak.

Persidangan Aris menggunakan Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentnag Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Richard menuturkan, Kejaksaan Negeri Mojokerto telah meminta sejumlah rumah sakit di wilayah kabupaten setempat untuk melaksanakan putusan inkrah (tetap) dari Pengadilan Tinggi terhadap terpidana Aris, tetapi tak satupun yang bersedia mengeksekusinya dengan alasan belum tersedia fasilitasnya. Kejari Mojokerto kemudian meminta petunjuk ke Kejati Jatim untuk pelaksanaan eksekusinya.

"Sekarang kami sedang berkoordinasi dengan pimpinan di Kejaksaan Agung untuk terkait juknis pelaksanaannya. Misalknya apakah eksekusinya harus bekerja sama dengan rumah sakit yang ditunjuk atau dikebiri kimia dengan cara bagaimana, itu harus diatur lewat juknis," ujar dia.

Richard memastikan, kejaksaan pasti eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana Aris tapi masih tunggu aturan juknisnya terlebih dahulu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.