Sukses

Keluarga Pelaku Kekerasan Seksual Anak Tolak Hukuman Kebiri Kimia

Keluarga predator anak, Muhammad Aris menolak hukuman kebiri kimia karena selama ini keluarga nilai kondisi jiwa pelaku tidak normal. Keluarga ingin Aris lebih baik masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ).

Surabaya - Keluarga pelaku kekerasan seksual terhadap sembilan anak di Mojokerto, Jawa Timur menolak hukuman kebiri kimia karena selama ini keluarga nilai kondisi jiwa Muhammad Aris tidak normal. Sobirin (33), kakak kandung Aris mencotohkan, adiknya kadang berbicara sendiri.

"Yang paling sering itu dia tiduran di teras, kemudian bermain mobil-mobilan dan berimajinasi film kartun Naruto. Bersikap seperti anak kecil," ujar Sobirin kepada Fuad, reporter Maja FM melansir suarasurabaya.net, Selasa, 27 Agustus 2019.

Dengan hal ini, Sobirin mewakili keluarga tidak setuju dengan hukuman kebiri kimia yang hendak dijatuhkan pada adiknya. Ia berharap Aris mendapat perawatan di rumah sakit jiwa (RSJ).

"Keluarga tidak setuju atas hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepada adik saya. Saat ini, kami hanya bisa berdoa yang terbaik untuk adik saya. Semoga dia tidak dikebiri melainkan bisa mendapatkan pengobatan agar cepat sembuh," ujar Sobirin.

Sobirin menuturkan, Aris merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Dari empat bersaudara, Aris bersama dua kakaknya hampir memilik sifat yang sama atau kurang normal.

"Kondisi adik saya ini tidak normal. Setahu saya kalau orang yang tidak seratus persen itu ada hukumannya sendiri. Kalau dia ini normal tak mungkin melakukan hal semacam ini," katanya.

Setelah kelas VI SD, Aris sudah memilih untuk tidak melanjutkan sekolah. Sejak ibunya meninggal dunia pada lima tahun yang lalu, kata Sobirin, adik-adiknya semakin tidak terkontrol.

"Dari empat bersaudara hanya saya (anak pertama) yang normal bisa tegas, Aris dan dua kakaknya yang nomor 3 dan dua itu hampir bersifat sama, mereka juga sedikit tidak normal," ucap Sobirin. 

Sebelumnya, Muhammad Aris terbukti telah mencabuli sembilan anak perempuan bahkan memperkosa sejak  2015 lalu. Aksi ini sempat terekam kamera CCTV salah satu perumahan di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis, 25 Oktober 2018 sekitar pukul 16.30 WIB. Akhirnya pelaku berhasil diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.

Pelaku anak di Mojokerto, warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Mojokerto ini pun dijatuhi hukuman kebiri kimia. Dia juga harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp100 juta.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terpidana Hukuman Kebiri Kimia Ajukan Peninjauan Kembali ke MA

Sebelumnya, terpidana pemerkosaan sembilan anak di Mojokerto, Muhammad Aris, melalui kuasa hukumnya, Handoyo berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) agar dapat membatalkan putusan hukuman tambahan kebiri kimia.

Handoyo menyatakan, kliennya memang berencana mengajukan upaya hukum lain, agar dapat membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur.

Upaya hukum yang dimaksud adalah Peninjauan Kembali (PK), lantaran kasus itu sudah inkrah di tingkat pengadilan tinggi.

"Upaya hukum yang bisa dilakukan memang mengajukan PK. Karena di tingkat banding sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah)," ujar dia, Selasa, 27 Agustus 2019.

Handoyo mengatakan, peraturan pemerintah yang mengatur soal pelaksanaan teknis kebiri kimiaitu masih belum ada sehingga, hukuman tambahan tersebut harusnya tidak dapat dilaksanakan.

Ia menambahkan, hukum tidak berlaku surut. Jika belum ada aturan yang mengaturnya, maka hukuman tersebut belum dapat diterapkan.

"Peraturan pemerintahnya (soal pelaksanaan hukuman kebiri kimia) belum ada. Bagaimana bisa melaksanakan. Sedangkan hukum tidak berlaku surut. Untuk itu lah kita ajukan PK," tambahnya.

Dengan diajukannya PK ini, pihaknya berharap hukuman tambahan kebiri kimia yang dibebankan kepada kliennya dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). "Kita berharap demikian (dibatalkan). Hari ini atau paling lambat besok, berkas PK akan kita ajukan," ujar dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.