Sukses

Akademisi Unair Surabaya Tolak Upaya Pelemahan KPK

Puluhan akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menolak upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tidak menginginkan korupsi merajalela di Indonesia. Hal ini karena akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu, puluhan akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menolak upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seiring dengan perkembangan politik terakhir yang diduga ada upaya secara sistematis untuk melemahkan lembaga antirasuah itu dalam bentuk rancangan undang-undang (RUU) KPK, yang termasuk di dalamnya RUU KUHP.

"Hal itu menunjukkan kemunduran upaya pemberantasan korupsi yang seharusnya menjadi semangat, sekaligus anak kandung reformasi," ujar akademisi Unair Dr Herlambang P. Wiratraman dilansir Antara, Minggu (8/9/2019).

Ia menuturkan, seakan tidak cukup dari sisi legislasi, darurat antikorupsi tergambar dengan seleksi calon pimpinan KPK yang diduga syarat konflik kepentingan, serta gagalnya pengungkapan kasus penyerangan dan intimidasi terhadap para penyidik KPK, termasuk impunitas kasus Novel Baswedan.

"Yang terbaru pelemahan dari sektor legislasi yang jelas bertentangan dengan amanah reformasi dan tujuan bernegara sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara RI 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan menuju kesejahteraan sosial," kata dia.

Ia mengatakan, pemimpin negeri itu harus belajar dari kekeliruan masa lalu untuk tidak mementingkan sekelompok orang dan mengorbankan kepentingan masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas.

"Pemimpin negara harus lebih peka, peduli, dan menjunjung tinggi integritas untuk menjadi suri tauladan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara," ucap Direktur Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Fakultas Hukum Unair itu.

Wakil rakyat, lanjut dia, seharusnya menjadi representasi memperjuangkan kemaslahatan publik, menjadi pemimpin yang berpikir dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara.

"Kami selaku akademisi tidak menginginkan korupsi membudaya di negeri ini karena jelas akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga dari kampus Unair Surabaya, kami menolak segala bentuk pelemahan terhadap KPK sebagai garda depan dalam pemberantasan korupsi," tutur dia.

Herlambang mengatakan, akademisi Universitas Airlangga mengajak semua elemen bangsa bergerak dan berjuang bersama-sama dalam melawan korupsi sesuai dengan kapasitas masing- masing.

"KPK itu rumah harapan rakyat, harapan untuk tetap bekerja maksimal melawan korupsi, sehingga kami berharap Presiden Joko Widodo berani menentukan sikapnya, apakah ikut menjaga rumah harapan itu atau sebaliknya," ujar dia.

Ia mengatakan, pernyataan publik akademisi Unair menolak pelemahan lembaga antirasuah itu sudah didukung 40 dosen Unair, tapi diprediksi dukungan dari dosen akan terus mengalir untuk menjaga rumah harapan rakyat melawan para koruptor tersebut.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPK: Bola Revisi UU KPK Ada di Tangan Presiden

Sebelumnya, Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang menyesalkan adanya revisi undang-undang KPK yang saat ini masih digodok di DPR. Menurutnya, persoalan ini tak sesuai janji para anggota DPR saat pemilu  untuk mendukung KPK.

"Hari ini kita tidak melihat, mana penguatan untuk pemberantasan korupsi?" kata Rasamala di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Kalibata Jakarta Selatan, Minggu, 8 September 2019.

Menurutnya, ini momentumnya untuk Presiden Jokowi dan anggota DPR RI menunjukkan keberpihakan dalam pemberantasan korupsi.

"Tadi disampaikan pemberantasan korupsi ini bukan cuma pas kampanye waktu pemilihan. Mana dong satu tindakan atau keputusan dari DPR, misalnya yang menunjukkan DPR memperkuat pemberantasan korupsi. Sampai hari ini kita belum melihat itu," tegasnya.

"Bolanya ada di presiden, presiden yang memutuskan, saya yakin presiden punya empati, presiden punya keberpihakan terhadap kita yang berdiri di garis pemberantasan korupsi, saya pikir tak ada jalan lain selain presiden menolak itu," sambungnya.

Apabila disahkan, Rasamala meyakini pemberantasan korupsi akan terhenti. Sehingga  ini menjadi mundur ke belakang dalam memerangi korupsi.

"Kalau itu ditandatangani dan diberlakukan, ya sudah pemberantasan korupsi berhenti. Ini kan bukan cuma KPK, ada concern publik di sini. Ada rakyat Indonesia. Hari ini sebenarnya mulai ada perbaikan pemberantasan korupsi, dan mungkin ke depan ini akan mundur ke belakang," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.