Sukses

Tanggapan Akademisi Unair Surabaya soal Polemik Kartun Spongebob

Akademisi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya angkat bicara mengenai polemik KPI dan serial Spongebob Squarepant.

Liputan6.com, Surabaya - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Fisip Unair), Rachmah Ida menanggapi tentang ada polemik yang terjadi antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan serial kartun Spongebob Squarepant dan beberapa program TV lainnya.

Dia menilai, konten-konten yang dilarang tayang di TV, sebenarnya sudah ada dalam aturan yang dibuat oleh KPI. Peraturan tersebut tertuang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS).

"Artinya apa saja konten yang tidak boleh ditayangkan oleh TV sudah ada pedomannya, misalnya tidak mengandung unsur SARA, diskriminatif, pornografi, dan lain-lain," ujar dia, Senin (23/9/2019). 

Dosen Ilmu Komunikasi itu melanjutkan ada lolos tayang itu berarti badan sensor Indonesia tidak lagi berfungsi secara optimal. Seharusnya semua tayangan hiburan TV seperti sinetron dan film, apalagi film asing harus masuk Lembaga Survei Indonesia (LSI) terlebih dulu, baru boleh tayang jika sudah dinyatakan lolos.

"Jika memang film Spongebob dianggap melanggar ketentuan yang ada dalam pedoman isi siaran P3-SPS, maka ya harus ditegur," imbuhnya.

Selanjutnya, KPI perlu menjelaskan apa saja unsur-unsur yang dilanggar oleh kartun Spongebob kepada produser. Jika KPI menegur produser, maka surat tegurannya harus dilayangkan ke Amerika Serikat.

"Namun jika KPI menegur stasiun TV Indonesia, maka ini berarti lembaga sensor sudah tidak berfungsi. Karena seluruh tayangan asing yang masuk ke Indonesia harusnya sudah lolos sensor,” ujar dia.

Ida berharap ke depan KPI bisa menjadi regulator yang benar-benar menegakkan aturan dan tidak tebang pilih. KPI tidak boleh menggunakan standar ganda untuk mengawasi isi siaran TV dan radio di tanah air.

Pedoman yang digunakan harus ditegakkan dan jangan asal potong atau memberi sanksi tanpa solusi. KPI seharusnya tidak hanya berperan sebagai polisi siaran, tetapi juga harus berperan sebagai advocate institution bagi lembaga-lembaga penyiaran.

"Peran aktif KPI on behalf of audience di Indonesia harus berpihak pada penonton dan harus berupaya mencerdaskan bangsa melalui gerakan literasi media yang harus terus dilakukan,” ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menkominfo Masih Bahas Pengawasan Konten Netflix oleh KPI

Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan wacana untuk mengawasi konten di media digital, seperti Netflix dan YouTube. Wacana itu diungkapkan oleh Ketua KPI 2019-2022, Agung Suprio.

Menanggapi wacana tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan masih akan membahasnya terlebih dulu. Sebab, dalam konteks Undang-Undang Penyiaran, KPI ada dalam konteks konten free to air (siaran gratis).

"Di mana Undang-Undangnya sendiri belum direvisi, tapi kalau kita bicara dalam konteks Undang-Undang ITE, bisa dilihat mana-mana yang tidak diperbolehkan kontennya. Apakah berkaitan dengan kesusilaan atau sebagainya," tutur Rudiantara ditemui di sela-sela acara Sarasehan Nasional Penanganan Konten Asusila di Dunia Maya di Jakarta, Senin, 12 Agustus 2019.

Oleh sebab itu, Rudiantara menuturkan pihaknya masih perlu membahas lebih lanjut wacana ini dengan KPI. Terlebih, menurut Rudiantara, diperlukan dasar hukum yang jelas untuk mengatur soal ini.

"Karena kalau dilakukan (pengawasan) dasar hukumnya harus pas," tutur Rudiantara melanjutkan. Menurutnya, kedudukan hukum dalam hal ini harus jelas agar tidak menimbulkan polemik.

Lebih lanjut Rudiantara mengatakan perlu ditentukan pula objektif yang ingin dicapai dengan pengawasan ini, mengingat konten di platform digital memiliki perbedaan dari konten konvesional.

"Inti sebenarnya kan di film. Jadi, film itu kan kaitannya dengan Lembaga Sensor Film. Itu juga harus dibicarakan. Kalau film biasanya kan disensor sebelum ditayangkan, sedangkan di video-on-demand kan tidak seperti itu," ujarnya mengakhiri pembicaraan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.