Sukses

BPJS Kesehatan Surabaya Kerahkan 32 Kader JKN untuk Tagih Iuran

Kepala BPJS Kesehatan Kota Surabaya, Herman Dinata Mihardja menuturkan, jika peranan dari kader JKN tersebut tidak hanya sebagai juru tagih saja, tetapi juga beri informasi.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau BPJS Kesehatan Kota Surabaya memiliki sejumlah langkah untuk menagih iuran kepesertaan terutama peserta mandiri.

Penagihan itu mulai dari mengerahkan kader jaminan kesehatan nasional (JKN), pesan singkat, telepon, dan media massa. BPJS Kesehatan mengerahkan sebanyak 32 orang kader jaminan kesehatan nasional (JKN) sebagai salah satu juru tagih iuran kepesertaan terutama peserta mandiri.

Kepala BPJS Kesehatan Kota Surabaya, Herman Dinata Mihardja menuturkan, jika peranan dari kader JKN tersebut tidak hanya sebagai juru tagih saja, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi kepada masyarakat seputar BPJS Kesehatan.

"Kader JKN ini tidak seperti 'debt collector', karena lebih mengandalkan persuasi dalam setiap melaksanakan tugasnya," ujar dia dilansir Antara, Jumat (11/10/2019).

Ia menuturkan, para kader JKN itu tidak tersebar seluruhnya di masing-masing kecamatan di Surabaya, sehingga masih butuh kesadaran masyarakat untuk membantu memperlancar pembayaran iuran.

"Kami juga melakukan pemberitahuan pembayaran iuran melalui sarana lainnya yang ada seperti pesan singkat, telepon, Whatsapp, termasuk juga melalui media masa," ujar dia.

Ia menambahkan, saat ini, hingga awal Oktober jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan Kota Surabaya sebanyak 2.392.411 orang peserta aktif.

Ia mengatakan, untuk jumlah tagihan di wilayah Kota Surabaya terbagi dua, yakni rujukan tingkat pertama dalam satu bukan membutuhkan dana sebanyak Rp17 miliar.

"Sedangkan untuk rumah sakit jumlah tagihannya sekitar Rp 300 miliar setiap bulannya. Jumlah ini jauh dari jumlah iuran di Kota Surabaya yang hanya sekitar Rp100 miliar," tutur dia.

Ia berharap, masyarakat memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dalam membayar iuran mereka, mengingat jaminan sosial kesehatan ini sifatnya gotong royong, yakni yang mampu membantu yang kurang mampu. "Sekali lagi kami berharap, supaya masyarakat bisa membayar tepat waktu maksimal tanggal 10 setiap bulannya," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Iuran BPJS Kesehatan Naik, 120 Juta Warga Miskin Tetap Ditanggung Negara

Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan yang direncanakan naik pada 1 Januari 2020 memang berdampak langsung pada peserta mandiri. Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tetap ditanggung negara.

"Dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan paling sensitif dirasakan kelompok peserta mandiri (mereka harus membayar lebih tinggi). Sementara itu, peserta yang jumlahnya 120 juta jiwa dicover negara," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi saat berkunjung ke Kantor Kapan Lagi Youniverse, Jakarta pada Jumat (11/10/2019).

"Mereka dimasukkan ke dalam golongan PBI. Kelompok ini dalam kategori miskin atau tidak miskin-miskin banget. Bisa dibilang rentan miskin. Nah, mereka ditanggung negara." 

Pada Rapat Kerja bersama Komisi IX dan Komisi XI di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Selasa, 27 Agustus 2019, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan dikenakan lebih tinggi untuk kelas II dan kelas I sebesar Rp110.000 dan Rp160.000.

Untuk kelas II  diusulkan naik Rp110.000 dan Rp160.000 untuk kelas I. Kelas III diusulkan akan naik Rp42.000.

3 dari 3 halaman

PBI Merasa Puas

Kelompok PBI pun merasa puas dengan layanan kesehatan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Hal tersebut termasuk hasil temuan YLKI.

"Hasil yang kami temukan, 70 persen puas peserta JKN-KIS merasa puas. Kelompok yang merasa puas, yakni PBI. Ya, kan mereka mendapat bantuan dari negara," jelas Tulus. 

"Selama ini, mereka yang tidak bisa mengakses faskes (fasilitas kesehatan). sangat terbantukan. Mereka sangat puas. Yang tadinya tidak mau ke tumah sakit jadi sadar ke rumah sakit."

Sementara itu, 30 persen lain dialami peserta mandiri. Mereka merasa cukup ribet harus melalui tahapan demi tahapan untuk mempergunakan kartu BPJS Kesehatan.

"Ada juga yang merasa diskriminatif. Misalnya, kalau menggunakan BPJS Kesehatan, mereka harus mengambil hasil cek darah sendiri, sedangkan saat menggunakan pembiayaan sendiri, hasil cek darah diantarkan," lanjut Tulus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.