Sukses

Profil Muhadjir Effendy, Jadi Menko PMK di Kabinet Indonesia Maju

Muhadjir Effendy menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) di Kabinet Indonesia Maju.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengumumkan dan melantik menteri yang akan membantunya dalam periode kedua 2019-2024 pada Rabu, 23 Oktober 2019. Kabinet yang diumumkan tersebut diberi nama Kabinet Indonesia Maju.

Saat pengumuman, Jokowi menegaskan, kalau ada fokus yang menjadi tugas menteri dalam Kabinet Indonesia Maju. Tugas tersebut antara lain pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM), penciptaan lapangan kerja dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

"Fokus pada pengembangan SDM, mencipta lapangan kerja dan UMKM,” ujar Jokowi, Rabu 23 Oktober 2019.

Pada Kabinet Indonesia Maju tersebut, nama Muhadjir Effendy kembali terpilih menjadi menteri. Akan tetapi, kali ini ia tidak menduduki posisi Menteri Pendidikan. Muhadjir Effendy menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).

Jokowi pun menyebutkan sejumlah tugas yang akan diemban Muhadjir Effeny.  "Muhadjir Effendy Menko PMK yang akan kawal akselerasi pengentasan kemiskinan, solidaritas nasional dan revolusi mental," ujar Jokowi.

Mengutip Antara, Mantan Rektor Universitas Muhammadiya Malang (UMM) sebelum menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada pertengahan 2016. Ia menggantikan mendikbud sebelumnya Anies Baswedan.

Selama menjabat sebagai Mendikbud, Muhadjir dibilang sosok yang berbeda dengan pejabat lainnya. Ia berani mengambil kebijakan tak populer dan menuai kontroversi banyak kalangan.

Meskipun bisa dikatakan, kebijakan yang diambilnya merupakan solusi dari masalah pendidikan. Contohnya, sistem zonasi untuk menyelesaikan masalah pendidikan. Awalnya dimulai dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kemudian merambat ke distribusi guru dan peningkatan kompetensi guru.

Ketika itu, meski dihajar habis-habisan oleh banyak pihak terkait PPDB berbasis zonasi, tapi nyatanya Muhadjir tetap lanjut. Ia menghilangkan stigma sekolah favorit dan nonfavorit.

Sekolah favorit yang selama diisi terkesan eksklusif karena diisi siswa pintar dan siswa kaya, sekarang berubah dan menerima siswa dari golongan manapun asalkan rumah dekat sekolah.

Banyak terkena imbasnya, termasuk dua keponakannya di Sidoarjo yang gagal masuk sekolah menengah atas (SMA) negeri. Muhadjir pun tetap bertahan dengan kebijakannya.

Sistem zonasi itu kemudian berlanjut hingga digunakan untuk menyelesaikan masalah pendistribusian guru yang tak merata. Selama ini, masalah ini tak pernah bisa selesai karena guru enggan di pindah ke daerah terpencil, meski dengan iming-iming gaji besar sekalipun.. Alasannya banyak, salah satu karena keluarga.

Namun, dengan zonasi, mau tidak mau guru pindah dan jaraknya pun tak jauh dari sekolah lama, karena masih dalam satu zonasi. Demikian juga kompetensi guru bisa terselesaikan dengan zonasi pula.

Para guru mendapatkan pelatihan secara berkelompok melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) mata pelajaran. Para guru itu saling berbagi pengetahuan untuk meningkatkan kompetensinya.

Di mata wartawan, Muhadjir Effendy merupakan sosok yang benar-benar paham akan dunia pendidikan. Masalah guru honorer yang terkatung-katung selama beberapa rezim kementerian bisa terselesaikan, dengan menyediakan kuota guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Kesejahteraan guru honorer pun, bisa terselesaikan dengan solusi gaji guru honorer dari Dana Alokasi Umum (DAU). Hal itu bisa terlaksana, jika Kementerian Keuangan menyetujui pada 2019.

Ide Muhadjir lainnya mengenai pendidikan penguatan karakter yang kemudian dikuatkan menjadi Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Kemudian Gala Siswa Indonesia, yang berhasil mendeteksi siswa yang memiliki bakat di bidang sepak bola.

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gagal Jadi Guru

Muhadjir Effendy lahir di Madiun pada 29 Juli 1956. Ia menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Malang (sekarang Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang).

Selanjutnya meneruskan sarjana pendidikan sosial di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang (sekarang Universitas Negeri Malang). Selanjutnya gelar magister dari pascasarjana di Universitas Gadjah Mada dengan gelar magister administrasi publik. Lalu melanjutkan program doktoral ilmu sosial Universitas Airlangga, Surabaya.

Muhadjir sempat mengaku sebagai regenerasi yang gagal. Ia ingin menjadi guru SMP mengalahkan ayahnya. Ayah Muhadjir adalah guru SD. Namun, ia tidak diterima karena yang diterima adalah peserta dengan peringkat kedua yang dipilih karena pernah magang di sekolah itu. Ia sempat merasa kecewa dan tidak terima dengan kenyataan itu.

Batal menjadi guru, karier Muhadjir sukses menjadi dosen. Ia menjabat sebagai rektor Universitas Muhammadiyah Malang sebanyak tiga kali, sebelum akhirnya menjadi Mendikbud dan saat ini Menko PMK.

Selain itu, Muhadjir juga dikenal sebagai sosok sederhana dalam penampilan. Egaliter dalam bersikap dan tegas dalam tindakan. Semua itu tertuang dalam buku yang diberikan oleh wartawan meliput di Kemendikbud kepadanya.

Meski terbilang akrab dengan wartawan, Muhadjir juga mengaku kerap dirundung oleh para wartawan salah kutip pernyataannya. Memang tidak mudah untuk memahami pernyataannya jika tidak mendengar secara langsung dan keseluruhan.

Sejumlah pernyataannya yang menjadi kontroversial akibat dikutip sepotong-sepotong seperti full day school, guru honorer masuk surga, hingga guru yang kurang berwibawa.

Akibat pernyataan Muhadjir yang kontroversial itu, Presiden Jokowi langsung menegurnya tepat sehari setelah dilantik, karena usulan full day school yang ditentang banyak pihak.

Meski demikian, tepat jika Presiden Jokowi kembali mempercayakan jabatan menteri padanya. Boleh dikatakan Muhadjir merupakan menteri yang bekerja sungguh-sungguh tanpa adanya kepentingan politik pribadinya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.