Sukses

Alasan Masyarakat Masih Mudah Tergiur Investasi Bodong

Perencana keuangan menyampaikan sejumlah hal yang membuat maraknya investasi bodong.

Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian Daerah Jawa Timur membongkar kasus investasi bodong MeMiles. Investasi yang dijalankan PT Kam and Kam dengan aplikasi MeMiles ini telah memiliki ratusan ribu member dalam delapan bulan dan beromzet sekitar Rp 750 miliar.

Polda Jatim melaporkan member MeMiles mencapai 264 ribu orang. Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan menuturkan, PT Kam and Kam merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemasangan iklan menggunakan sistem penjualan langsung melalui jaringan member.

Ini cara bergabung dengan aplikasi MeMiles. Para anggota dinilai banyak yang tergiur karena bonus dan komisi yang didapatkan dari perusahaan. Luki menuturkan, dengan hanya menyetor Rp 50 juta, anggota dapat mobil seharga di atas Rp 100 juta.

Perencana Keuangan dari One Shildt Consulting, Muhammad Andoko mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi faktor maraknya investasi bodong. Pertama, imbal hasil investasi yang tidak rasional sehingga mengiurkan. Kedua, masyarakat kurang menganalisis investasi dan cenderung ikut-ikutan. Selain itu, Andoko menilai, masyarakat terjebak pada sistem multi level marketing (MLM) meski tidak semua MLM adalah investasi bodong.

Saat berinvestasi, Andoko mengingatkan agar melihat rekening yang digunakan perusahaan apakah menggunakan rekening pribadi atau perusahaan. 

“Bandingkan dengan kita investasi di pasar modal, biasanya mereka akan menggunakan Segregated Account yang memisahkan antara account Anda dengan menggunakan virtual office misalnya, kemudian Anda bisa mengecek dana Anda sebenarnya benar-benar diinvestasikan atau tidak,” kata Andoko saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis, 16 Januari 2020.

Ia menuturkan, masyarakat dapat melihat portofolio efek yang dimiliki jika investasi di pasar modal dengan mengecek di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Masyarakat juga dapat melihat harga efeknya seperti reksa dana, saham lewat media. Sementara itu, di investasi bodong masyarakat tidak bisa mengetahui uang investasi lari ke mana karena tidak adanya transparansi.

Investasi bodong biasanya menggunakan pihak ketiga seperti artis atau orang terkenal yang bertujuan untuk menarik minat dan perhatian masyarakat.

“Paling tidak yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah mereka harus melihat bahwa high risk expected high return. Ketika Anda melakukan investasi yang berisiko lebih tinggi, maka sebenarnya masyarakat berharap bisa mendapatkan risiko yang tinggi. investasi bodong justru sebenarnya high risk no return menurut saya," kata dia.

Selain beberapa faktor di atas, Andoko juga menyebutkan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mudah melupakan, termasuk investasi bodong.

“Media itu sering saya lihat meliput tentang investasi bodong, baik itu di media cetak maupun di media TV. Tapi lagi-lagi, setelah itu masyarakat kita lupa dan akhirnya terjebak. Saya bahkan pernah menjumpai seseorang yang terjebak investasi bodong bukan hanya sekali, tapi bisa dua kali, tiga kali. Itu terjadi karena tidak melakukan analisis,” tutur Andoko.

Terkait sebagian besar investasi bodong menggunakan skema ponzi, salah satunya dipakai di kasus MeMiles, Andoko menilai karena skema tersebut memberikan imbal hasil besar sehingga masyarakat tergiur.

Andoko menyebutkan, masalah yang dihadapi dari skema Ponzi ini adalah ketika sudah tidak ada lagi orang yang dapat direkrut, di situ  timbul masalah karena ketidakmampuan untuk membayar orang yang berada di atasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Andoko memberikan beberapa tips agar tidak terjebak investasi bodong. Yang pertama adalah, sebelum investasi sebaiknya analisis terhadap sebuah produk yang diinginkan terlebih dahulu.

Hal ini diperlukan agar terhindar dari investasi dengan return tinggi, karena terdapat konsep high risk expected high return di bidang keuangan.

"Kemudian gunakan salah satu instrumennya misalnya pasar modal yang sudah benar-benar transparan diregulate oleh OJK, kemudian bisa digunakan aset real seperti invesment, properti, logam mulia, atau bisnis yang benar-benar Anda atur sendiri atau yang bisa Anda kontrol sendiri," ujar dia.

Setelah itu, cek apakah sudah mendapatkan izin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian, cek apakah rekeningnya terpisah atau tidak agar uang yang diinvestasikan tidak bisa dikelola dengan sembarangan. Masyarakat juga dianjurkan untuk melihat laporan keuangan. Hal ini agar mengetahui kondisi bisnis yang dijalankan dan keuangan perusahaan. Selain itu, aliran dana yang diinvestasikan.

"Untuk melakukan sesuatu, harus menggunakan sebuah kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas. Tidak melulu hanya ingin mendapatkan sesuatu yang seperti pasif income, maka harus melakukan analisis,” tutur dia.

 

(Shafa Tasha Fadhila-Mahasiswa PNJ)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.