Sukses

Saat Khofifah Tinjau Lokasi Banjir Bandang di Jember

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersama rombongan terpaksa harus berjalan kaki sepanjang 100 meter untuk meninjau lokasi banjir bandang tersebut di Desa Klungkung, Kabupaten Jember.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengidentifikasi korban banjir bandang diperjelas seperti rumah warga yang terkikik longsor dan warga yang mengungsi.

Hal ini usai masa tanggap darurat selesai, bisa dilakukan rekonstruksi yang harus diutamakan adalah layanan pendidikan, kesehatan dan tempat ibadah. Khofifah menyampaikan hal itu saat meninjau lokasi banjir bandang di Desa Klungkung, Kabupaten Jember.

"Alhamdullilah layanan pendidikan tidak terdampak banjir bandang di Jember, tapi Bupati memastikan akses jalan menuju sekolah bisa dilalui dan disediakan kendaraan untuk menjemput siswa. Hal itu merupakan bagian dari terapi sosial, agar anak-anak bisa kembali sekolah dengan cerita," ujar dia seperti dikutip Antara, Minggu, 2 Februari 2020.

Saat mengunjungi lokasi banjir tersebut, Khofifah bersama rombongan terpaksa harus berjalan kaki sepanjang 100 meter untuk meninjau lokasi banjir bandang tersebut di Desa Klungkung, Kabupaten Jember.

Khofifah saat meninjau didampingi Bupati Jember Faida, Kapolres Jember AKBP Alfian Nurrizal, dan Komandan Kodim 0824 Jember Lekkol Inf La Ode M. Nurdin.

"Saya datang ke sini untuk melihat kondisi banjir, kemudian sarana dan prasarana apa yang rusak. Ada jalan yang tidak bisa dilewati karena terkikis banjir yang disertai lumpur," kata Khofifah di Jember.

Sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), lanjut dia, masa tanggap darurat maksimal 14 hari, tetapi bupati bisa memutuskan berapa hari masa tanggap darurat tersebut disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

"Kalau Bupati Jember memutuskan masa recovery-nya 1-6 hari maka masa tanggap darurat bisa lebih cepat yang disesuaikan kondisi daerahnya masing-masing," tuturnya.

Dia menuturkan, penanganan pascabanjir bandang di Jember cukup cepat seperti dilakukan nya pemasangan bronjong sehari setelah banjir dan kecepatan tersebut beriringan dengan terapi psikososial korban.

"Kalau rasa aman sudah muncul seperti jalan yang terkikis banjir sudah bisa dilewati, maka recovery secara psikosial sangat terbantu. Banjir bandang terjadi pada Sabtu sore 1 Februari dan pagi hari ini sudah dipasang bronjong dan karung pasir oleh TNI, Polri, dan relawan secara gotong royong," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Korban Terdampak Banjir

Sementara Bupati Jember Faida mengatakan korban yang terdampak banjir bandang Kali Jompo tercatat sebanyak 137 kepala keluarga dan sebanyak 450 orang yang mengungsi, di antaranya satu ibu hamil, 10 orang lanjut usia (lansia), dan sembilan balita.

"Ada akses jalan yang terputus, sehingga hari ini kami menurunkan alat berat dan pihak Bina Marga memasang bronjong sepanjang 130 meter, meskipun yang terkikis banjir sepanjang 70 meter," tutur dia.

Dia mengatakan, pemasangan bronjong tersebut dilakukan secara gotong royong bersama TNI, Polri, dan masyarakat, meskipun sudah ada jalan alternatif yang dibangun Polres Jember bersama pihak Perkebunan Kali Jompo.

"Saya pastikan bahwa anak-anak bisa tetap berangkat sekolah, meskipun dengan kondisi jalan yang darurat. Kami akan fasilitasi keberangkatan dan kepulangan anak-anak sekolah," ujar dia.

3 dari 3 halaman

Khofifah Ungkap Penyebab Banjir Bandang di Jember dan Bondowoso

Selain itu, Khofifah menyebut kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan hutan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Kabupaten Jember dan Bondowoso. "Penyebab banjir bandang di Jember utamanya adalah kebakaran hutan di musim kemarau lalu yang menyebabkan hutan di Gunung Argopuro gundul," kata Khofifah.

Sedangkan banjir bandang yang terjadi di Bondowoso juga diduga disebabkan karena karhutla di kawasan hutan di Gunung Raung yang terjadi pada musim kemarau beberapa waktu lalu. "Sehingga saat hujan turun dengan intensitas tinggi, ekosistem yang ada tidak mampu menahan air sehingga menyebabkan terjadinya banjir bandang," tuturnya.

Selain karhutla, Khofifah mengatakan pihaknya juga menduga kemungkinan adanya pembalakan liar (illegal loging) yang juga menjadi penyebab bencana banjir bandang di dua kabupaten tersebut, namun pihaknya menyerahkan kepada tim untuk melakukan investigasi terkait dengan penyebab bencana alam itu.

Dia menuturkan, Gunung Argopuro dan Gunung Raung masuk di antara tujuh gunung di Jawa Timur yang mengalami kebakaran hutan dan lahan cukup luas saat musim kemarau.

Khofifah mengajak Perhutani dan PT Perkebunan Nusantara untuk sama-sama memaksimalkan reboisasi yang masif. Saat terjadi kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau, Pemprov Jatim juga menerjunkan helikopter bom air (water bombing) untuk memadamkan api di tujuh gunung yang mengalami kebakaran cukup luas.

"Dengan gerakan reboisasi yang masif, diharapkan bisa mengembalikan lingkungan yang gundul kembali menjadi hijau di kawasan hutan tersebut," ucap mantan Menteri Sosial itu.

Ia menuturkan, Pemprov Jatim bekerja sama dengan instansi vertikal juga tengah menyiapkan gerakan tabur biji dari udara yang sudah disiapkan oleh Dinas Kehutanan.

"Gerakan itu tidak hanya tabur biji, tetapi biji itu sementara harus disemai lebih dulu di dalam polybag dan saat ini sedang dilakukan persiapannya karena harus menghitung luas lahan yang harus ditanami biji itu. Semoga itu menjadi bagian perluasan reboisasi yang bisa dimaksimalkan," tutur dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.