Sukses

Jembatan Petekan Surabaya, Usang Ditelan Zaman

Jembatan Petekan yang dulu menjadi gerbang perekonomian Surabaya, begini kondisinya sekarang.

Liputan6.com, Jakarta - Surabaya mempunyai julukan, yaitu kota pahlawan. Julukan ini diberikan karena berkaitan dengan peristiwa bersejarah pertempuran 10 November 1945.

Pada peristiwa tersebut banyak korban berjatuhan, baik dari sekutu maupun dari arek-arek Suroboyo. Sisa-sisa pertempuran berdarah tersebut masih berdiri dan bisa dilihat di sekitaran Surabaya, salah satunya adalah Jembatan Petekan.

Mengutip dari video liputan merdeka.com, Jembatan Petekan terletak di Kelurahan Perak, Surabaya. Jembatan ini merupakan jembatan yang dibangun pada masa pemerintahan Belanda yang bekerja sama dengan N.V. Bratt and Co. pada 1939.

Jembatan Petekan ini dibangun di atas sungai Kali Mas, tepatnya di kawasan Bataviaweg atau yang dikenal dengan jalan Jakarta.

Jembatan ini dijadikan sebagai cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Surabaya 188.45/004/402.1.04/1998 nomor urut 47 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Tahun 2008.

Jembatan Petekan dioperasikan menggunakan mesin yang terletak di dalam kedua tiang yang berukuran tebal. Mesin tersebut mempunyai dua roda gigi yang melekat pada tiang. Dua roda gigi tersebut menggerakkan dua tuas yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan jembatan konstruksi.

Pada masa kolonial Belanda, jembatan ini berfungsi sebagai jalur untuk keluar dan masuknya kapal dari selat Madura ke pusat kota. Maka tak heran jika Jembatan Petekan ini dijadikan sebagai gerbang perekonomian.

Ketika pertempuran yang terjadi pada 10 November 1945 pecah, Jembatan Petekan ini difungsikan sebagai titik kunci untuk menahan serangan tentara sekutu.

Kala itu arek-arek Suroboyo mempertahankan wilayah ini dan dijadikan sebagai basis pertahanan timur Surabaya. Di sekitaran Jembatan Petekan dan sungai Kali Mas ini dapat dilihat banyaknya bangunan kuno yang menjadi saksi bisu rentetan peristiwa di masa lalu. Sekarang, Jembatan Petekan sudah usang. Tidak ada warna, hanya besi yang sudah terkena hujan, panas, dan tertelan zaman.

 

(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jembatan Merah Surabaya Sungguh Gagah

 

Sebelumnya, Surabaya, Jawa Timur memiliki segudang saksi bisu perjuangan para pahlawan. Salah satunya Jembatan Merah, di Jalan Kembang, Surabaya, Jawa Timur.

Kalau dilihat sekilas, jembatan ini sepertinya biasa saja, hanya jembatan yang berwarna merah. Namun, sebenarnya jembatan tersebut menyimpan banyak sekali sejarah.

Pada masa penjajahan, jembatan merah dianggap sebagai lokasi yang penting, karena merupakan satu-satunya akses transportasi perdagangan yang melewati Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya.

Jembatan ini menjadi bukti Belanda hampir menguasai sebagian wilayah Surabaya. Pada saat itu, penjajah Belanda meminta hak klaim atas beberapa daerah pantai utara di Surabaya yang dianggapnya komersil.

Salah satunya adalah kota pelabuhan Surabaya yang dianggap sangat berpotensi jadi Surabaya menjadi kota dagang yang tersibuk pada saat itu yang di kuasai oleh penjajah Belanda.

Jembatan Merah juga menjadi saksi dari pertempuran 10 November 1945. Yaitu pertempuran antara rakyat Surabaya-Indonesia dengan Sekutu dan Belanda yang hampir menguasai lagi wilayah Surabaya.

Mengutip dari buku berjudul Travelicious karangan Ariyanto, disebut jembatan merah merupakan jembatan legendaris yang menjadi saksi bisu salah satu pertempuran paling seru di Jawa, antara arek-arek Surabaya dengan penjajah.

Pertempuran terjadi pada 10 November 1945, yang mengakibatkan Brigadir Jenderal Mallaby, salah satu petinggi penjajah, tewas. Ketenaran Jembatan Merah juga terekam lewat lagu perjuangan.

"Secara fisik, tidak terlalu istimewa bila kita melintas. Hanya sejarahnya yang membuat jembatan ini istimewa. Fisik bangunan jembatan ini melintas di Kali Mas antara Jalan Rajawali dengan Jalan Kembang Jepun,” seperti dikutip dari buku tersebut.

Pada saat itu, Belanda merenovasi besar-besaran jembatan merah. Pagar pembatas jembatan yang membatasi badan jembatan dengan sungai diganti. Yang tadinya menggunakan bahan kayu, kemudian diganti dengan besi. Warna merah dari jembatan tersebut menjadi ciri khasnya.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.