Sukses

Kisah 3 Candi di Sidoarjo

Candi di Sidoarjo, Jawa Timur menyimpan sejarah. Begini kisahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Daerah-daerah di Jawa Timur mempunyai banyak tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi, salah satunya adalah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Di Sidoarjo, banyak tempat wisata dari berbagai jenis seperti wisata budaya, alam, tematik, sampai kuliner. Tak hanya itu, ada juga beberapa wisata sejarah yang  menampilkan peninggalan-peninggalan masa lalu di Sidoarjo.

Salah satu wisata sejarah yang ada di Sidoarjo adalah candi. Bangunan-bangunan bersejarah ini telah lama berdiri di Sidoarjo. Liputan6.com merangkum beberapa candi yang ada di Sidoarjo, simak rangkumannya mengutip dari laman web kemendikbud.go.id, Sabtu (29/2/2020):

1. Candi Pari

Candi Pari merupakan candi yang berada di Dusun Candipari Wetan, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Situs ini berasal dari Pertirtaan Dewi Sri (sebuah situs pemujaan zaman Majapahit) terlihat pada pintu bangunan candi, yaitu 1293 Saka atau sama dengan 1371 Masehi.

Selain candi, situs ini terdapat peninggalan lain seperti struktur pagar dan benda lainnya. Situs ini diteliti sejak zaman kolonial Belanda seperti Jl. A. Brandes, Hageman, Knebel, P.J. Veth dan N.J. Kroom.

Menurut N.J. Kroom, Candi Pari mempunyai gaya bangunan yang berasal dari pengaruh Campa khususnya dari Mision. Meskipun demikian, karakter Jawa masih tampak mendominasi bangunan.

Jika ditilik dari sejarah hubungan Campa dari Jawa sudah berlangsung sejak periode Mataram Hindu dan berlangsung hingga Majapahit. Raja Sumber berangkat tahun 898 M dari Campa menyebutkan, kerabat Ratu Tribuanadewi permaisuri Raja Jaya Simhawamanl berziarah ke Pulau Jawa.

Kemudian pada 1318 M, Raja Tkon Minh diserang oleh bawahannya dan mengungsi ke Jawa yang saat itu dikuasai Majapahit (Raja Jayanegara). Kemudian beredar cerita tentang seorang puteri dari Campa yang dipersuntiing raja Majapahit (Sumadi, 2011:3) yang menjadi bukti adanya hubungan Campa dengan Jawa.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

2. Candi Dermo

Candi Dermo berlokasi di Dusun Santren, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur. Situs ini berbatasan dengan sebuah mushola di sebelah utara.

Candi Dermo adalah situs klasik pada masa Hindu Buddha. Tak hanya candi, terdapat peninggalan lain seperti pahatan relief dan blok-blok batu yang merupakan bagian dari bangunan lain di Candi Dermo. Situs ini disinyalir menjadi tempat upacara keagamaan zaman Hindu Buddha.

Pada 2004 dilakukan studi teknis mengenai Candi Dermo. Pahatan relief yang ada di situs ini salah satunya adalah manusia bersayap. Hal tersebut dikaitkan dengan upacara pelepasan jiwa bagi tokoh kerajaan. Karena belum dilakukan penelitian lebih lanjut, maka kesimpulan tersebut bersifat sementara.

Situs ini terdiri dari beberapa struktur seperti sumur kuno dan beberapa benda seperti blok batu andesit, pahatan batu, dan relief manusia bersayap.

Candi Dermo memiliki struktur gapura paduraksa ini merupakan struktur yang lengkap dan ukuran yang lumayan lengkap dibanding yang lainnya.

Gapura Paduraksa memiliki ukuran panjang 9 meter, lebar 7.7 meter, dan tinggi 13.20 meter. Pada sisi kanan dan kiri gapura telah dilakukan ekskavasi yang berhasil menemukan struktur sayap gapura. Ukurannya hanya satu atau dua lapis bata saja yang terlihat di permukaan.

3. Candi Sumur

Candi Sumur berada di Dusun Candipari Wetan, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. situs ini terletak tak jauh dari Candi Pari.

Candi ini tidak memiliki banyak catatan atau data sejarah dari arkeolog, yang ada hanya cerita masyarakat sekitar. Kabarnya, Candi Sumur dan Candi Pari dihubungkan dengan hilangnya seorang kerabat Raja Majapahit yang tidak tinggal di istana.

Kemudian Raja Hayam Wuruk membuat candi tersebut untuk mengenang Joko Pandelegan yang menyelamatkan Majapahit dari kelaparan. Kala itu di Desa Kedungtas ada pemuda bernama Joko Walangtinuk yang bersahabat dengan Joko Pandelegan.

Mereka berdua membabat hutan yang kemudian ditanami padi, hasil panennya pun melimpah. Kabar ini terdengar sampai ke telinga Raja Hayam Wuruk. Ia mengirim bala tentara kerajaan untuk meminta oadi dan membawanya ke Istana.

Setelah kejadian tersebut, Raja Hayam Wuruk memberi jabatan kepada Joko Walangtinuk untuk mengabdi kepadanya. Walangtinuk menyetujui untuk mengabdi asal sahabatnya, Nyi Roro Walang Angin dan Joko Pandelegan ikut.

Namun, mereka berdua memutuskan untuk tetap di desa. Nyi Roro Walang Angin memasuki sebuah sumur, sedangkan Joko Pandelegan memasuki sebuah lumbung. Untuk mengenang mereka berdua, Raja Hayam Wuruk membangun candi yang diberi nama Candi Pari dan Candi Sumur (Candi Lanang dan Candi Wedok).

 

(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.