Sukses

Mengenal Christiaan Eijkman, Sang Penemu Teori Vitamin

Ia merupakan ilmuwan peraih nobel fisiologi pada 1929 berkat temuannya di bidang kedokteran. Dirinya berhasil menemukan konsep vitamin.

Liputan6.com, Jakarta - World Health Organization (WHO) atau organisasi kesehatan dunia menyelenggarakan Majelis Kesehatan Dunia Pertama pada 1948. Dalam pertemuan itu, terjadi kesepakatan untuk menetapkan 7 April sebagai peringatan Hari Kesehatan Dunia.

Perayaan tersebut juga sebagai penanda lahirnya organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hari peringatan tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai ajang membicarakan persoalan kesehatan, dikutip dari who.int.

Adapun hari kesehatan sedunia ini memiliki pesan untuk memberi akses ke perawatan kesehatan tanpa prospek kesulitan keuangan. Ini terlepas dari mana mereka berasal baik Afrika, Asia, Amerika Selatan dan Amerika Serikat.

Yang terpenting juga kesehatan untuk semua. Hal itu ada alasannya juga. WHO menegaskan, setelah penelitian yang tak terhitung jumlahnya, negara-negara yang berinvestasi dalam layanan kesehatan universal akan berinvestasi baik dalam sumber daya manusia (SDM).

Kemudian akses perawatan dan perlindungan finansial tidak hanya akan benar-benar meningkatkan kesehatan dan harapan hidup seseorang tetapi juga melindungi negara dari epidemi, mengurangi kemiskinan, dan risiko kelaparan. Selain itu menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesetaraan gender.

Di hari Kesehatan Dunia kali ini, Liputan6.com akan membahas sosok inspiratif dalam dunia kesehatan, yaitu Christiaan Eijkman yang lahir pada 11 Agustus 1858, di Nijkerk di Gelderland (Belanda).

Ia merupakan ilmuwan peraih nobel fisiologi pada 1929 berkat temuannya di bidang kedokteran. Dirinya berhasil menemukan konsep vitamin, dikutip dari nobelprize.org.

Setelah lulus kuliah di Belanda pada 13 Juli 1883, ia merantau ke Hindia Belanda. Kepergiannya itu mengemban misi kesehatan di militer. Ia pun mendapat tugas medis di sejumlah tempat, yaitu di Semarang, Cilacap, dan Padang Sidempuan.

Saat di Cilacap, dirinya terkena penyakit malaria. Penyakit itu membuatnya kembali ke Eropa pada 1885. Beruntung, saat di Eropa ia malah mendapat kesempatan bekerja di laboratorium E. Forsten di Amsterdam dan laboratorium Robert Koch di Berlin.

Pekerjaan itu mempertemukan dirinya dengan A. C. Pekelharing dan C.Winkler. Bersama dengan kedua rekan barunya itu, ia akhirnya kembali ke Hindia Belanda sebagai tim peneliti penyakit beri-beri.

Pada 1887, Pekelharing dan Winkler dipanggil kembali ke Eropa. Akan tetapi, sebelum berangkat, Pekelharing mengusulkan kepada Gubernur Jenderal agar laboratorium yang sementara waktu disiapkan untuk penelitian di Rumah Sakit Militer di Batavia harus dibuat permanen.

Usulan tersebut diterima dengan mudah, dan Christiaan Eijkman pun kemudian diangkat sebagai Direktur Utama, sekaligus diangkat sebagai Direktur "Sekolah Dokter Djawa" (Sekolah Kedokteran Jawa). Ia pun dapat mengabdikan dirinya sepenuhnya pada sains.

 

 

 

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Nama Lembaga Riset

Eijkman juga menjabat sebagai Direktur "Geneeskundig Laboratorium" (Laboratorium Medis) dari 15 Januari 1888 hingga 4 Maret 1896, dan selama waktu itu ia melakukan sejumlah penelitian, terutama berkaitan dengan fisiologi orang yang tinggal di daerah tropis.

Dia berhasil menunjukkan ada sejumlah teori yang tidak memiliki dasar faktual. Pertama ia membuktikan dalam darah orang Eropa yang tinggal di daerah tropis jumlah sel darah merah, berat jenis, serum, dan kadar air, tidak mengalami perubahan, setidaknya ketika darah tidak terpengaruh oleh penyakit yang pada akhirnya akan mengarah ke anemia.

Membandingkan metabolisme orang Eropa dengan orang pribumi, ia menemukan di daerah tropis dan juga di daerah beriklim sedang, ini sepenuhnya diatur oleh pekerjaan yang dilakukan. Dia juga tidak bisa menemukan perbedaan dalam metabolisme pernapasan, keringat, dan pengaturan suhu. 

Selain karyanya tentang beri-beri, ia menyibukkan diri dengan masalah lain seperti fermentasi arach, dan memang masih punya waktu untuk menulis dua buku teks untuk murid-muridnya di Java Medical School, satu di fisiologi dan satu lagi di kimia organik.

Berkat jasa-jasanya di bidang medis, namanya diabadikan sebagai nama lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekular dan bioteknologi kedokteran. Lembaga ini bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.

Dikutip dari web.eijkman.go.id, misi dari lembaga ini adalah memajukan perkembangan penelitian dasar dan terapan bidang biologi molekuler di Indonesia, dengan fokus pada biomedis, biodiversitas, bioteknologi dan biosekuritas, serta menerapkan kemajuan tersebut untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.