Sukses

Tanggapan Warga Surabaya Terkait Rencana Penerapan New Normal

Sejumlah warga Surabaya, Jawa Timur menyampaikan pandangannya mengenai rencana new normal.

Liputan6.com, Jakarta - Empat provinsi dan 25 kabupaten/kota akan bersiap memasuki new normal atau tatanan hidup baru. Dari 25 kabupaten/kota tersebut, Surabaya, Jawa Timur termasuk salah satu wilayah yang akan menerapkan new normal.

Sejumlah warga Surabaya pun menyampaikan tanggapannya mengenai new normal tersebut. Warga menilai, penerapan new normal tersebut belum bisa diterapkan di Surabaya, Jawa Timur. Hal ini mengingat jumlah pasien positif Corona COVID-19 di Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan data infocovid.jatimprov.go.id, total pasien positif Corona COVID-19 di Surabaya mencapai 2.748 orang hingga 2 Juni 2020.

Akan tetapi, sisi lain, roda perekonomian juga mesti bergerak. Oleh karena itu, warga juga berharap protokol kesehatan dapat dilakukan sangat ketat sehingga saling beriringan.

"Saya cukup khawatir karena Indonesia khusus Surabaya masih banyak ditemukan kasus positif, dan bertambah terus. Jika nantinya diberlakukan new normal tak menutup kemungkinan kasus positif Corona makin meningkat," ujar salah satu warga Surabaya, Rahmad Adi saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Rabu (3/6/2020).

Rahmad mengkhawatirkan kalau jumlah pasien Corona COVID-19 bertambah apalagi masyarakat juga masih ada yang belum disiplin terapkan protokol kesehatan.

Ia pun berharap penerapan new normal tersebut dapat dilakukan bertahap. Dengan demikian masyarakat juga perlu diedukasi mengenai hal-hal yang nantinya diterapkan dalam new normal atau tatanan hidup baru.

"Jika tidak mengubah perilaku maka tidak ada proses yang lebih maju. Sehingga kita tetap hidup normal dengan cara baru untuk menghindari virus tersebut. Semua mau selesai harus sadar dan patuh sama pemerintah,” kata dia.

Lebih lanjut ia menuturkan, jika tidak melakukan apa-apa juga akan memperburuk ekonomi. Rahmad pun ingin masyarakat tetap mematuhi protokol dari pemerintah dengan menerapkan jaga jarak dan memakai masker. Ia pun siap untuk menerapkan new normal.

"Ya tetap jaga jarak dan mematuhi protokol pemerintah seperti jaga jarak, pakai masker, cuci tangan dan makan bergizi," tutur dia.

Sebelum new normal ini diterapkan, Rahmad mengakui dirinya tetap latihan di rumah, menjaga kondisi fisik, dan makan vitamin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Beradaptasi

Hal senada dikatakan oleh warga Surabaya yang juga seorang desainer Diana Putri. Diana menilai menjalani new normal tersebut berdamai dengan Corona COVID-19 hingga ditemukan vaksin dan obatnya. Namun, hal itu bukan berarti menyerah. Diana menuturkan, menjalani new normal itu ada sejumlah hal yang dilakukan untuk mencegah penyebaran Corona COVID-19.

"Jadi beradaptasi. Di new normal ada hal-hal yang dilakukan seperti pakai masker, semprot disinfektan, terapkan social distancing, menerapkan sistem online misalkan bisnis, belanja, dan terapkan protokol kesehatan," tutur dia.

Meski demikian, penerapan new normal di Surabaya, menurut Diana memang harus bertahap. Hal ini mengingat kondisi jumlah pasien positif COVID-19 di Surabaya masih tinggi. Diana juga mengkhawatirkan jika nanti ada pelonggaran, jumlah pasien COVID-19 akan bertambah. "Iya harus dilakukan bertahap,” ujar Diana.

Diana menuturkan, penerapan new normal dilakukan bertahap juga mempertimbangkan kondisi ekonomi. Diana menilai, perputaran perekonomian menjadi tersendat akibat COVID-19. Setiap orang, menurut dia harus punya ketahanan untuk hadapi dampak Corona COVID-19. Sisi lain, ekonomi juga bergerak.  Diana mengatakan, harus siap hadapi new normal dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

"Harus siap, ready untuk babak baru kehidupan, enggak akan sama seperti dulu,jangan berharap kembali ke tatanan hidup lama, harus berdampingan dengan corona,” kata dia.

3 dari 3 halaman

Masyarakat Harus Pahami Protokol Kesehatan

Sementara itu, warga Surabaya lainnya, Karolin Rista menuturkan ketika mendengar kata new normal deg-degan. Ia belum paham pasti mengenai new normal menurut pemerintah seperti apa.

"Kalau physical distancing dianggap new normal okelah, kalau bermasker new normal itu oke, tetapi tidak semua aktivitas itu dapat dilakukan physical distancing dan sekadar bermasker. Jadi kalau bilang new normal deg-degan,” kata dia.

Ia menambahkan, ini seperti buah simalakama. Kalau tidak menerapkan ada masyarakat yang terimbas ekonomi sehingga berbahaya.

“Tetapi menurut saya new normal diterapkan ketika semua masyarakat sudah memahami protokol kesehatan, kalau belum paham, new normal itu seperti ajang kuat-kuatan, siapa yang kuat akan bertahan, dan yang tidak kuat akan tersisih,” kata dia.

Ia menilai, masih banyak masyarakat yang masih nongkrong di warung dan tidak memakai masker. Sedangkan kalau memasuki new normal protokol kesehatan sudah benar dijalankan. Karolin menambahkan, jika semua berkomitmen menjalankan protokol kesehatan maka bisa segera memulai new normal.

"Saran new normal setuju, hal mendasar memastikan aturan dan sanksi tegas sehingga protokol kesehatan dipahami masyarakat, sesudah itu baru bahas new normal,” kata dia.

Sementara itu, Tim Advokasi PSBB dan Survailans, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Windhu Purnomo menuturkan, new normal dapat dilakukan asal memakai protokol kesehatan yang ketat.  Lebih lanjut ia menuturkan, suatu daerah dapat menerapkan new normal jika tingkat penularannya juga di bawah satu dalam 10 hari. "Selain itu tingkat penularan atau rt di bawah satu, dan bertahan lebih dari 10 hari," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.