Sukses

Jurus Dakwah Sunan Ampel, Dari Politik Hingga Ilmu Hakikat

Selain melalui ilmu pengetahuan yang diajarkan langsung kepada para muridnya, Sunan Ampel juga menempuh jalur politik dan kekerabatan dalam melancarkan jalan dakwahnya.

Liputan6.com, Jakarta Sunan Ampel atau Raden Rahmat merupakan tokoh Wali Songo tertua yang berperan sentral dalam penyebaran agama Islam di Tanah Jawa maupun di Nusantara.

Melalui Pesantren Ampeldenta, Sunan Ampel mendidik kader-kader penggerak dakwah Islam seperti Sunan Giri, Raden Patah, Raden Kusen, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat, dikutip dari Atlas Wali Songo.

Dalam buku Sejarah Sunan Ampel: Guru Para Wali di Jawa dan Perintis Pembangunan Kota Surabaya (2004), Sjamsudduha menuliskan bahwa ajaran Sunan Ampel berangkat dari tiga kata: bi nashrih, tubâdil, dan dâim dengan kunci bi ru`yatil fu`âd.

Yaitu dengan menyebarkan ilmu pengetahuan, menggantikan tradisi lama dengan tradisi baru, dan dengan sikap tenang sambil menggunakan mata batin.

Menurut Sunan Ampel, ilmu yang diajarkan itu hanya bisa dipahami melalui mata hati atau mata batin (bi ru`yatil fu`âd).

Dalam Babat Tanah Jawi, Raden Rahmat digambarkan sebagai sosok yang meninggalkan kenikmatan dunia. Tradisi Islam menyebut lelaku demkian dengan “zuhud”.

Dalam kitab itu juga menggambarkan bagaimana Sunan Ampel melakukan tirakat tersebut dalam laku kesehariannya. Berikut cuplikannya,

Ora dhahar ora guling/ anyegah ing hawa/ ora sare ing wengine/ ngibadahmaring Pangeran/ fardhu sunat tan katingal/ sarwa nyegah haram nakruh/tawajuhe muji ing Allah//

(tidak makan tidak tidur, mencegah hawa nafsu/ tidak tidur malam untuk beribadah kepada Tuhan/ fardhu dan sunnah tak ketinggalan/ serta mencegah yang haram maupun yang makruh/ tawajjuh memuji Allah//).

Selain melalui ilmu pengetahuan yang diajarkan langsung kepada para muridnya, Sunan Ampel juga menempuh jalur politik dan kekerabatan dalam melancarkan jalan dakwahnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jurus Berpolitik

Untuk menggapai tujuan dakwah yang lebih masif dan terstruktur, Sunan Ampel melakukan jurus politik. Menurut Sedjarah Regent Soerabaja, Sunan Ampel merupakan bupati Surabaya pertama. Di situ disebut urutan bupati-bupati Surabaya sebagai berikut:

punika panjenengan ing kabupaten surapringga/kangjeng sinuhun ngAmpeldenta/ namipangeran rahmat/ juluk seh mahdum/ seda kasarekaken ing ngampel//.

Dengan menjabat sebagai penguasa di suatu wilayah, terlebih sebagai penguasa struktural yang sah, gerakan dakwah Raden Rahmat lebih leluasa. Terutama dalam upaya memperkuat jaringan kekerabatan dengan penguasa-penguasa di daerah lain.

Lebih lanjut, Babad Tanah Jawi menuturkan bahwa bagaimana dalam upaya memperkuatkekerabatan untuk tujuan dakwah, Raden Rahmat menikahkan Khalifah Usen (nama tempat di Rusia selatan dekat Samarkand—pen.) dengan putri Arya Baribin, Adipati Madura.

 

3 dari 4 halaman

Jaringan Kekerabatan

Memperluas jaringan kekerabatan demi menggapai jalan mulus dalam berdakwah adalah usaha yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Usaha tersebut kemudian diterapkan pula oleh Sunan Ampel dalam meniti dakwahnya.

Sunan Ampel lantas membentuk jaringan kekerabatan melalui sejumlah perkawinan para penyebar Islam dengan putri-putri penguasa bawahan Majapahit. Dengan cara itu, ikatan kekeluargaan di antara umat Islam menjadi kuat.

Dalam Sedjarah Dalem, disebutkan bahwa putri Arya Lembu Sura menikah dengan penguasa Tuban, Arya Teja, dan menurunkan bupati-bupati Tuban. Disebutkan pula bahwa putri Arya Lembu Sura yang lain yang bernama Retna Panjawi menikah dengan Prabu Brawijaya dari Majapahit.

Dengan cara menikahkan juru dakwah Islam dengan putri-putri penguasa bawahan Majapahit, Sunan Ampel membentuk keluarga-keluarga muslim dalam suatu jaringan kekerabatan yang menjadi cikal-bakal dakwah Islam di berbagai daerah.

Sunan Ampel sendiri menikahi putri Arya Teja, Bupati Tuban, yang juga cucu Arya Lembu Sura Raja Surabaya yang muslim. Jejak dakwah Sunan Ampel tidak hanya di Surabaya dan ibu kota Majapahit, melainkan meluas sampai ke daerah Sukadana di Kalimantan.

4 dari 4 halaman

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini