Sukses

Pakar ITS Usul Masyarakat Tangguh hingga Edukasi Hadapi Potensi Tsunami

Pakar Geologi ITS Surabaya, Amien Widodo menegaskan salah satu hal terpenting untuk hadapi bencana dengan meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo menyatakan, sosialisasi dan edukasi harus terus dilakukan terutama kepada masyarakat tinggal di kawasan pantai sehingga dapat mempersiapkan diri menghadapi bencana alam termasuk tsunami.

Amien menuturkan, gempa dan tsunami tidak dapat diprediksi kapan terjadi. Oleh karena itu, Amien menegaskan salah satu hal terpenting untuk hadapi bencana dengan meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sehingga memahami bagaimana hadapi ketika bencana alam terjadi. Hal ini untuk mengurangi dampak bencana.

"Pemerintah daerah lakukan itu (sosialisasi, edukasi-red), latihan evakuasi, jalur evakuasi sudah harus ada, diajarkan kepada masyarakat," ujar Amien, saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (26/9/2020).

Amien mencontohkan, salah satu budaya dan pengetahuan lokal yang menyelamatkan yaitu dari masyarakat Pulau Simelue. Masyarakat tersebut telah belajar dari kejadian gempa dan tsunami yang pernah terjadi sejak 1900 dan mengembangkan budaya keselamatan dengan istilah semong yang berarti air laut surut dan segera lari menuju bukit.

Hal tersebut sudah melekat dan membudaya di hati setiap penduduk Simelue sehingga saat terjadi tsunami hanya beberapa penduduk yang menjadi korban, padahal secara geografis letaknya sangat dekat dengan gempa.

"Ada contoh di Simelue di sebelah barat Aceh. Pada 1900 diterjang tsunami. Kemudian kembangkan sistem peringatan dini sendiri disebut semong. Semua menyingkir dari pantai ke bukit. Pada 2004, penduduk Simelue selamat. Saat bencana tsunami terjadi di Aceh, penduduk Simelue itu banyak selamatkan warga Aceh," ujar dia.

Amien mengatakan, setiap individu di satu wilayah telah mengetahui dan memahami potensi-potensi bencana di daerahnya. Dengan begitu membentuk masyarakat tangguh tsunami di tingkat RT dapat menjadi target berikutnya.

Hal ini untuk memastikan agar setiap warga bisa terkoordinasi baik dengan anggota RT yang lain maupun dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan bencana tsunami seperti BNPB, BPBD, BMKG, PMI dan perguruan tinggi. Dengan demikian, tahu apa yang harus dilakukan bila kondisi darurat terjadi.

"Langkah-langkah tersebut menjadi penting terutama bila menilik hasil survei yang dilakukan pada masyarakat di Kobe, Jepang yang selamat dari peristiwa gempa pada 1995 lalu.Nampak bahwa 35 persen korban selamat umumnya melakukan penyelamatan secara mandiri atau bergantung pada diri sendiri, disusul 32 persen akibat pertolongan keluarga, 28 persen dengan bantuan tetangga, dan sisanya berkat pertolongan dari luar seperti BPBD, SAR, PMI, dan lain-lain,” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pentingnya Pendidikan Kebencanaan kepada Pelajar

Ia mengatakan, selain upaya jangka pendek, persiapan jangka panjang juga mutlak diperlukan. Salah satunya melalui pendidikan kebencanaan bagi para pelajar.

“Dalam pendidikan tersebut, mereka akan mengenalkan dan dibangun pemahamannya terkait berbagai macam bencana. Tujuannya agar mereka tahu apa yang mesti mereka lakukan agar bisa selamat bila bencana sewaktu-waktu terjadi,” kata dia.

Amien menuturkan, bila kesadaran dan pengetahuan ini terbentuk sejak awal, bukan tak mungkin mereka juga bisa menyelamatkan banyak orang. Hal ini seperti yang dilakukan Tilly Smith, seorang anak perempuan berusia 10 tahun yang selamatkan banyak nyawa saat terjadi tsunami pada 26 Desember 2004.

“Berasal dari Desa Oxshott Surrey Inggris, Tilly sedang berlibur dengan keluarganya di Pantai Maikhao Phuket, Thailand, saat terjadi gempa. Melihat air laut surut cepat, dia mengajak keluarganya dan mengingatkan wisatawan lain untuk menjauh dari pantai dan sesegera mungkin melakukan evakuasi. Tilly melakukan hal ini berdasarkan ilmu yang ia peroleh dari guru geografinya tentang tsunami, dua minggu sebelum ia dan keluarganya pergi berlibur. Alhasil saat tsunami menerjang, hampir tidak ada wisatawan yang terluka, semuanya selamat,” kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.