Sukses

Kisah Petani Jombang, Bangkit Usai Gagal Panen Akibat Banjir

Mukadis mengaku sedikit bisa bernafas lega walaupun terkena dampak bencana alam tersebut. Dia mendapatkan klaim asuransi pertanian dari Jasindo.

Liputan6.com, Jombang - Mukadis, petani asal Jombang ini menceritakan kisahnya yang tetap bangkit bercocok tanam usai gagal panen lantaran sawah bidang garapnya diterjang banjir.

"Kemarin itu memang pernah kejadian banjir, itu memang puso, gagal panen," ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani dari Dusun Gondangmanis, Desa Gondangmanis, Kecamatan Bandarkedungmulyo, Kabupaten Jombang, Minggu (6/6/2021).

Mukadis mengaku sedikit bisa bernafas lega walaupun terkena dampak bencana alam tersebut. Dia mendapatkan klaim asuransi pertanian dari Jasindo.

"Itu sangat membantu karena watu itu petani sudah maksimal biaya sendiri. Kami menunggu panen taoh akhirnya gagal," ucapnya.

"Ganti rugi dari klaim asuransi itu bisa untuk garap lagi, walaupun masih kurang, tetapi mafaatnya untuk biaya lagi, biaya tanam padi lagi, kita kembalikan ke sawah lagi," ujar Mukadis.

Mukadis menyampaikan, empat hektar sawahnya yang ditanami padi hampir 80 persen gagal panen akibat diterjang banjir. Namun untungnga, lanjutnya, tempatnya dijadikan wilayah percontohan.

"Dari segi keuntungan, asuransi itu sangat membantu petani. Kemarin yang dijadikan percontohan itu ada lima kelompok tani dan yang mengalami gagal panen ada empat kelompok. Jadi kalau ditotal, kurang lebih sekitar 100 hektar sawah yang terdampak banjir," ucapnya.

Mukadis mengungkapkan, dirinya mendapatkan klaim asuransi tersebut berupa uang tunai senilai Rp 6 juta rupiah per hektare dan diterima kirimkan ke rekening kelompok.

"Saya dapat Rp 6 juta per hektare. Waktu disurvei, dari empat hektare yang terdapat ternyata yang memenuhi syarat untuk diklaimkan hanya tiga hektare. Jadi tiga hektare dikalikan enam hektere (6 juta per hektar) sehingga menjadi Rp 18 juta rupiah. Biaya itu untuk tambahan tanam padi lagi," ujarnya.

Mukadis menjelaskan, untuk premi yang dibayarkan, para petani mendapatkan subsidi dari pemerintah. "Premi per musim itu Rp 36 ribu per hektare, sebetulnya Rp 180 ribu per hektare, cuma ada subsidi dari pemerintah Rp 144 ribu," ucapnya.

Mukadis menegaskan, pemerintah perlu memaksimalkan sosialisasi asuransi pertanian supaya para petani yang belum mengikuti program tersebut mengerti akan manfaat dan cara mencegah terjadinya gagal panen.

"Perlu gerakan dari pemerintah untuk mensosialisasikannya, soalnya petani itu latah, kalau belum kena serangan gagal panen kadang-kadang disuruh ikut asuransi tidak mau, tapi kalau sudah begini mereka pasti bakal ikut," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rentan Banjir

Sekedar diketahui, sektor pertanian rentan terhadap bencana banjir, serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan penurunan produksi bahkan gagal panen. Belum lagi, resiko fluktuasi harga sehingga menyebabkan pendapatan petani menurun.

Untuk melindungi dan membantu petani yang gagal panen akibat bencana alam, pemerintah memperkenalkan asuransi pertanian.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

UU tersebut ditindak lanjuti penerbitan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2015 tentang fasilitas asuransi pertanian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.