Masker Khusus Disabilitas dari Limbah Sedotan Kreasi Mahasiswa UMM, Seperti Apa?

Liputan6.com, Malang - Empat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membuat kreasi unik masker khusus tuna rungu berbahan baku limbah sedotan.

Habibah Alifatus Syaidah, anggota tim pembuat masker menyatakan, pemilihan bahan dasar limbah sedotan ini bertujuan mengurangi sampah plastik yang sering ditemui.

“Ini menjadi salah satu upaya kita bersama agar terus menjaga lingkungan dan mengurangi penggunaan sampah plastik. Limbah sedotan ini sebagai bahan dasar strap masker (pengait masker)," ujarnya, dikutip dari Antara, Senin (26/7/2021).

Ia mengaku penggunaan masker di setiap aktivitas menjadi sebuah keharusan dalam situasi pandemi seperti saat ini untuk mencegah penyebaran COVID-19. Hanya saja, penggunaan masker ini menyulitkan para disabilitas tuna rungu dalam berkomunikasi.

Melihat permasalahan tersebut, lanjutnya, tim dari lintas program studi itu membuat inovasi masker transparan sebagai solusinya.

Habibah mengatakan, selain menggunakan bahan limbah sedotan, masker kain tembus pandang yang mereka buat itu terdiri dari dua lapis masker. Lapis luar pertama seperti masker biasa yang berisikan filter penyaring. Filter tersebut diharuskan untuk diganti tiga hari sekali.

Sementara lapis kedua yang berada di dalam merupakan masker transparan, sehingga orang dapat melihat ekspresi dan gerak bibir dari para tuna rungu dan memudahkan dalam berkomunikasi.

Ia menjelaskan ide masker ini berawal dari mata kuliah kewirausahaan yang mereka jalani di UMM. Saat itu, Habibah dan timnya membuat model usaha penjualan masker dengan desain yang unik.

Keunikan itulah yang menjadi potensi dari model usaha yang mereka bangun hingga akhirnya mendaftarkannya ke Program Kreatifitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K), apalagi, diperkuat dengan dorongan serta motivasi dari dosen kewirausahaan.

PKM-K yang digarap oleh Habibah Alifatus Syaidah, Aulia Amanda, Briliant Ghaustin Yoly Ala, dan Annisa Firdaus Ramadhini ini lolos pendanaan dari Direkorat Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) pada Mei lalu.

Saksikan video pilihan di bawah ini: