Sukses

Alat Produksi Kitosan ala Unair, Bisa Atasi Limbah Peternakan Maggot

Firman Hidayat, ketua tim menjelaskan, terdapat peternakan maggot yang merupakan peternakan larva lalat tentara hitam (Lalat BSF) bernama UMKM Stargot.

Liputan6.com, Surabaya - Lima mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Firman Hidayat, Mikhail Naufal, Muhamad Faqih, Abdufattah Yurianta, dan Muhamad Rizaldi Bin Nuryasin menciptakan reaktor produksi kitosan memanfaatkan limbah dari peternakan maggot.

Firman Hidayat, ketua tim menjelaskan, terdapat peternakan maggot yang merupakan peternakan larva lalat tentara hitam (Lalat BSF) bernama UMKM Stargot. Namun, didapatinya terdapat permasalahan dalam pengelolaan limbah yang belum maksimal dan tidak menghasilkan profit.

“UMKM Stargot ini ada tiga tempat, pertama di Kramat, Sidoarjo, dengan jumlah produksi pupuk organik sebesar 200 kg per hari, kemudian di Porong dengan jumlah produksi 1,9 ton per hari, dan Lamongan juga 1,9 ton per hari. Tetapi saat ini kami mengambil sampelnya di Sidoarjo,” ujarnya, Selasa (10/8/2021).

“Salah satu limbah yang dihasilkan dalam peternakan tersebut adalah cangkang Lalat BSF, hanya dibuang begitu saja, padahal cangkang itu mengandung kitin sekitar 23,2 persen dari total massanya. Jika diolah dengan benar bisa menjadi usaha baru berupa hasil kitosan. Nah, dari situ kita muncul potensi menawarkan alat GC-Reactor untuk produksi,” ucap Firman.

Pembuatan alat dilakukan di Laboratorium Mekanik FST Unair. Respons positif muncul dari mitra yaitu UMKM Stargot saat pengambilan sampel data.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cara Kerja

Cara kerja alat buatan Firman dan tim yakni menggunakan alat pemanas dari gelombang mikro atau microwave. Ia dan tim menilai, dalam proses deasetilasi yakni proses dari kitin menjadi kitosan lebih cepat sebab memiliki derajat yang lebih tinggi.

“Prosesnya hampir sama dengan pembuatan kitosan pada umumnya hanya lebih cepat saja kalau pake reaktor. Pertama, limbahnya dimasukkan ke lubang reaktor kemudian dipanaskan menggunakan microwave. Selanjutnya, diaduk dengan alat pengaduk atau stirrer yang ada di alatnya itu. Nanti juga ada kran katup buat lubang keluaran hasilnya,” ucap Firman.

Firman melanjutkan, alat yang diciptakan bersama tim diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan mitra dalam mengolah limbah cangkang pupa lalat BSF menjadi kitosan sebagai bisnis yang menguntungkan.

"Selain bisa menghemat waktu dalam proses pembuatan kitosan pada umumnya, alat tersebut juga ramah lingkungan tanpa menghasilkan residu berbahaya saat proses produksinya," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.