Sukses

Belajar Bisnis Sambil Menikmati Sensasi Makan Cokelat di Kampung Coklat Blitar

Keberadaan Kampung Coklat mulai dilirik lantaran memiliki konsep yang berbeda dari wisata edukasi lainnya. Pengunjung selain membeli produknya, juga bisa ikut belajar bagaimana pengolahan coklat berlangsung.

Liputan6.com, Bliat Bila bertandang ke Blitar, Jawa Timur, bolehlah sesekali mampir ke wisata edukasi Kampung Coklat. Selain berwisata, di kampung ini pengunjung bisa belajar dan menikmati sensasi cokelat yang tak akan terlupakan.

Kampung Coklat berada di Jalan Banteng – Blorok No. 18, Desa Plosorejo, RT. 01 RW 06, Kademangan, Plosorejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Kampung ini kerap menjadi wisata edukasi favorit.

Kampung Coklat di Blitar bisa diacungkan jempol. Selain bisa meningkatkan ekonomi lokal, masyarakat juga memberdayakan potensi lokal yang ada di daerah tersebut. Hal ini menjadi bukti bahwa sumber daya alam dan sumber daya manusia lokal bisa mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Keberadaan Kampung Coklat mulai dilirik lantaran memiliki konsep yang berbeda dari wisata edukasi lainnya. Pengunjung selain membeli produknya, juga bisa ikut belajar bagaimana pengolahan coklat berlangsung.

Mengagendakan akhir pekan ke Kampung Coklat sangat cocok, terutama bagi lembaga pendidikan yang notabene memiliki siswa. Dengan berwisata ke sini siswa bisa semakin termotivasi untuk terjun menjadi entrepreneur yang mandiri sekaligus memberdayakan masyarakat lokal.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Awal Mula Kampung Coklat

Kampung Coklat didirikan oleh Kholid Mustofa. Awalnya ia seorang peternak ayam petelur. Namun pada tahun 2004 kegagalan menimpa Kholid dalam menjalankan bisnisnya akibat wabah virus flu burung.

Saat itu beternak ayam petelur menjadi sumber utama pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya bersama keluarga. Tentu saja, ketika ada wabah flu burung ia kehilangan sumber pendapatan utamanya.

Kholid Mustofa adalah sosok yang tidak mudah menyerah. Sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggungan tiga kepala membuat dia berpikir untuk merintis usaha baru.

Akhirnya Kholid memilih untuk merawat 120 pohon kakao milik keluarga yang ditanam sejak tahun 2000 di lahan seluas 750 m. Sejak itu Kholid mulai fokus menjalankan usaha barunya dan mulai berpikir untuk membuka lapangan pekerjaan.

Biji kakao yang dipanen Kholid laku dijual seharga Rp9.000/kg. Untuk mendapatkan harga sebesar itu, ia harus menjual ke tengkulak di Sumberpucung, Malang.

Tidak sampai di situ, Kholid berpikir kembali agar bisa mendapatkan hasil yang lebih maksimal dari bisnis biji kakao. Untuk menambah pengalaman sekaligus keterampilan, pada tahun 2005 Kholid memutuskan untuk magang di PTPN XII Penataran, Nglegok, Blitar, Jawa Timur.

 

3 dari 3 halaman

Membentuk Kelompok Tani

Di tahun yang sama Kholid juga belajar di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur. Kholid mulai mendalami teknik budi daya kakao dengan benar.

Setelah belajar di Jember, Kholid kembali ke Blitar dan membuat bibit kakao sebanyak 7.500 pohon yang nantinya diharapkan menjadi salah satu cara untuk mensosialisasikan kakao pada masyarakat. Namun sayangnya respons masyarakat saat itu masih rendah, akhirnya bibit kakao diberikan secara cuma-cuma kepada petani dan ditanam di area Perhutani melalui LMDH (Lembaga Masyarakat Di kawasan Hutan).

Pada pertengahan tahun 2005, kelompok tani (poktan) Guyub Santoso dibentuk. Kelompok tani yang terdiri dari 21 anggota itu bertujuan untuk mengikat kebersamaan para petani. Beberapa bulan kemudian berkembang menjadi gabungan kelompok tani (gapoktan).

Dengan modal sosial yang kuat di gapoktan, Kholid mengetahui harga jual biji kakao kering yang cukup tinggi dari sebelumnya yaitu Rp16.000/kg di pergudangan Tanjung Perak, Surabaya.

Akhirnya perjuangan Kholid bersama gapoktan tak sia-sia. Pada akhir tahun 2007 ia dipercaya memasok biji kakao di pabrik pengolahan cokelat sebesar 3,2 ton per bulan dengan harga Rp16.000/kg. Kemudian berkembang menjadi 300 ton per bulan.

Masih belum puas. Kholid terus mengembangkan usahanya itu dengan mengolah biji kakao menjadi cokelat secara mandiri yang dibantu oleh ahli cokelat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.