Sukses

Kisah Dokter di Pakuwon Surabaya Didenda PLN Rp 80 Juta karena Meteran Listrik

Saat pemeriksaan, tim menemukan segel meteran yang putus, lalu dilakukan pengukuran meteran ternyata hasilnya minus 28 persen.

Liputan6.com, Surabaya - Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Jawa Timur Anas Febrian membenarkan, pihaknya telah menerima denda Rp 80 juta yang telah dibayar oleh terduga pelanggar meteran listrik di komplek perumahan Pakuwon Surabaya Barat.

"Sampun (sudah), langsung dibayar oleh pelanggan. Meter sampun diganti yang baru," ujar Anas kepada Liputan6.com, ditulis Jumat  (12/8/2022).

Anas menceritakan, pihaknya awalnya memberikan tagihan denda kepada pelanggan seorang dokter di Surabaya senilai lebih dari Rp 80 juta.

"Pelanggaran tersebut ditemukan tim PLN yang sedang melakukan kegiatan Penertiban Pemakaian Tegangan Listrik (P2TL) pada Senin 8 Agustus kemarin," ucapnya.

"Kegiatan ini menyisir semua pelanggan. Semester 1 2022, kami menyisir 83 ribu rumah pelanggan PLN di Surabaya," imbuh Anas.

Saat pemeriksaan, tim menemukan segel meteran yang putus, lalu dilakukan pengukuran meteran ternyata hasilnya minus 28 persen.

"Hasil pengukuran meteran minus 28 persen, PLN rugi dong," ujar Anas.

Akhirnya temuan tersebut didalami lagi dengan memeriksa kotak kaca terminal. "Tampak dari luar ada isolasi, setelah dibuka isolasinya ada kabel jumper kecil. Benda-benda ini seharusnya tidak ada di dalam kotak terminal," ucap Anas.

Barang-barang tersebut, lanjut Anas, dipastikan akan mempengaruhi pengukuran, lebih tepatnya memperlambat.

Dia menyebut apa yang ada di rumah dokter tersebut adalah temuan, dan tidak menuduh pemilik rumah sengaja melakukan, karena PLN tidak tahu sejarah siapa saja yang menempati rumah tersebut.

"Karena yang selama ini yang mendapatkan pelayanan PLN adalah pemilik rumah, maka sanksi denda dibebankan kepada pemilik rumah," ujar Anas.

Pelanggaran tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 masuk dalam kategori pelanggaran P-2, yakni pelanggaran yang dilakukan pelanggan dengan mempengaruhi pengukuran energi listrik. Dalam regulasi tersebut juga disebutkan rumus denda yang harus dibayar.

"Kenapa si dokter sampai membayar sanksi atau denda sampai Rp 80 juta, karena dia adalah pelanggan dengan kapasitas daya 7700 VA, itu sudah termasuk ganti peralatan yang rusak," ucap Anas.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Unggahan Dokter

Sebelumnya, unggahan pengguna instagram @dr.maitra_sp.and_mce viral di media sosial. Dia mengunggah surat tagihan dari PLN yang harus dibayar sejumlah Rp 81 juta lebih.

Tagihan itu merupakan biaya sanksi karena petugas PLN yang sedang survei menemukan segel meteran PLN yang terbuka. Di dalamnya terdapat kabel yang disebut memperlambat putaran meteran.

"Diberilah denda Rp 80 juta tsb, yang tentunya jika tidak dibayar, listrik diputus," tulis pemilik akun yang mengaku sebagai seorang dokter tersebut.

Dia mengaku tinggal di rumah tersebut sejak 12 tahun terakhir. Dia tahu meteran adalah milik PLN yang segelnya tidak boleh dibuka. Dia pun bersama keluarga mengaku tidak pernah menyentuh barang tersebut.

Setahun lalu, dia pernah menaikkan daya dan memanggil petugas PLN. Saat itu dia bertanya kepada petugas PLN dan memastikan meteran tidak ada masalah.

"Saya juga teringat, bahwa saat membeli rumah ini, saya sempat memanggil petugas PLN untuk membuka batasan daya karena akan dipakai untuk acara syukuran masuk rumah. Petugas tersebut juga menyatakan semua beres. Sayangnya tidak ada bukti tertulis," ungkapnya.

Tak hanya itu, dia mengaku setiap bulan ada petugas PLN yang mencatat meteran. Namun, petugas tersebut tidak pernah mengatakan adanya laporan masalah. Dia juga mengaku tidak mengetahui siapa yang melakukan hal tersebut di meteran rumahnya.

Di akhir posting-an, dia membagi tips kepada follower-nya agar selalu mengunci box meteran listrik rumah, dan memanggil petugas PLN jika ada masalah di meteran. "Jangan lupa minta berita acara sebagai bukti," tulisnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.