Sukses

Psikolog Forensik Reza Indragiri Jadi Saksi Ahli Kasus MSAT, Begini Keterangannya

Reza mengaku ragu apabila sebuah proses penegakkan hukum terlalu mengandalkan keterangan saksi.

 

 

Liputan6.com, Surabaya - Psikolog forensik Reza Indragiri menjadi saksi ahli kasus pencabulan dengan terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (30/9/2022).

Reza mengaku ragu apabila sebuah proses penegakkan hukum terlalu mengandalkan keterangan saksi.

"Buruknya kualitas keterangan saksi, dapat berakibat dakwaan batal demi hukum. Karena keterangan saksi sudah disampaikan tapi tidak bisa meyakinkan majelis karena validitas (saksi) sangat buruk," ujarnya.

Reza menyatakan, ada perbedaan antara penyikapan hukum dengan penyikapan psikologi forensik terkait kualitas keterangan saksi. Dalam hukum misalnya, kesaksian mata atau keterangan saksi dianggap sangat penting.

"Salah satu alat bukti yang sangat diandalkan adalah keterangan saksi. Tapi psikologi forensik menyanggah itu. Sampai-sampai psikologi forensik menyatakan, barang yang merusak proses sidang atau penegakan hukum atau pengungkapan kebenaran justru keterangan saksi. Saya percaya hasil riset psikologi forensik," katanya.

Atas dasar itu juga, lanjut Reza, jika hakim meyakini keterangan saksi tidak kuat maka dalam vonis nantinya keterangan saksi dapat diabaikan sebagai alat bukti. Alhasil, Reza Indragiri pun mewanti-wanti di ruang sidang tentang proses penegakan hukum yang menurutnya terlalu mengandalkan keterangan saksi.

"Kalau majelis teryakinkan dengan keterangan saya (ahli forensik), maka boleh jadi hakim menganggap keterangan saksi tidak kuat bisa diabaikan, hakim akan mengabaikan alat bukti itu," ujarnya.

Ia menjelaskan, bahwa dalam UU TPKS, ada pasal yang menyatakan terdapat tiga alat bukti. Yakni satu saksi atau korban, satu alat bukti lain, dan keyakinan hakim.

"Pertama, tadi saya katakan keterangan saksi termasuk korban validitasnya sangat meragukan, berarti keyakinan hakim (dapat) tumbang, berarti tinggal satu alat bukti lain, hadirkan ke persidangan ada tidak bahwa sudah terjadi kejahatan seksual itu, kalau tidak ada ya maaf kata, hakim dengan berat hati harus mengatakan tidak terbukti dakwaannya," tuturnya.

Selain itu, anggota Pusat Kajian Pemasyarakatan Poltekip Kementerian Hukum dan HAM ini menambahkan, keterangan saksi yang rapuh, seyogyanya tidak bisa meyakinkan hakim. Pun dengan tidak adanya alat bukti lain yang meyakinkan terdakwa bersalah, seperti halnya visum.

Oleh karena itu, Reza menerangkan bila visum adalah alat bukti lain yang bisa meyakinkan hakim dan memperkuat dakwaan.

"Silakan diajukan hasil visumnya, meyakinkan atau tidak. Kalau meragukan, tiga hal yang dibutuhkan sesuai UU TPKS ya tidak tersedia," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Susah Yakinkan Hakim

Selain itu, ihwal keterangan yang disampaikan setiap saksi yang dihadirkan, menurutnya hal tersebut rapuh. Artinya, mustahil bisa meyakinkan hakim sebelum menjatuhkan putusan.

"Kita bicara per individu, baik saksi A, B, C dan seterusnya, baik itu pengakuan korban secara umum psikologi forensik sampai pada sebuah kesimpulan bahwa keterangan yang mengandalkan daya ingat manusia itu rapuh serapuh-rapuhnya, itu kata psikologi forensik," sambungnya.

Kendati demikian, ia meminta khalayak untuk tidak salah kaprah dengan pernyataan yang ia sampaikan. Meski, seolah kontra atau tidak berpihak ke korban.

"Saya berulang kali katakan, kalau ada korban kejahatan seksual, maka seluruh keperluannya harus terpenuhi. Tapi, agar bisa definitif, punya status korban, tentu saja proses penegakan hukumnya harus benar," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.