Sukses

Divonis 7 Tahun Bui, Anak Kiai Jombang Terbukti Pencabulan Bukan Perkosaan

Sutrisno menilai jika terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan alternatif, yakni pasal 289 KUHP tentang tindak pidana pencabulan.

Liputan6.com, Surabaya - Terdakwa anak kiai Jombang, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi divonis tujuh tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Meski dinyatakan tidak terbukti melakukan pemerkosaan, namun hakim menilai terdakwa dinyatakan terbukti melakukan pencabulan.

Dalam putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Sutrisno menilai terdakwa tidak terbukti melalukan tindak pidana utama sebagaimana dalam dakwaan jaksa, yakni pasal 285 KUHP jo pasal 65 KUHP tentang pemerkosaan.

Namun, Sutrisno menilai jika terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan alternatif, yakni pasal 289 KUHP tentang tindak pidana pencabulan.

"Pasal 289 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP dan UU 8 tahun 1981. Mengadili MSAT terbukti sah bersalah melakukan perbuatan cabul. Menjatuhkan pidana pada MSAT dengan pidana penjara 7 tahun," ujar Sutrisno di ruang Cakra PN Surabaya, Kamis (17/11/2022).

Masa pidana vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 16 tahun. Alasannya karena Putra tunggal kiai kondang Muchtar Muthi itu memiliki anak kecil.

"Terdakwa masih muda dan masih punya kesempatan. Sebagai tulang punggung dan punya anak kecil-kecil. Mereka masih butuh kasih sayang ayah," ucap Sutrisno.

Masa tahanan itu juga berkurang karena ayah dari empat anak itu disebut Hakim mempermudah persidangan. "Terdakwa belum pernah dihukum," ujar Sutrisno.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kuasa Hukum Belum Putuskan Banding

Kuasa hukum MSAT, Gede Pasek Suardika atau akrab disapa GPS mengaku masih punya waktu tujuh hari lagi untuk merespons vonis tujuh tahun dari majelis hakim.

"Nanti lah, masih ada waktu tujuh hari lagi, nanti kita komunikasikan dengan terdakwa," ujarnya.

Selain itu, lanjut GPS, hukum yang harus dipelajari pada perkara ini adalah tidak perlu ada saksi fakta. Cukup hanya dengan satu orang mengaku lalu, satu orang ini bercerita kepada orang lain, kemudian orang lain itu dikumpulkan untuk menjadi saksi seolah peristiwa itu benar. Itu lah saksi yang tadi disebutkan.

"Ada sedikitnya 25 lebih saksi fakta tidak dipakai. Ini saya kira yang menarik dari secara ilmu hukum dan ini juga cara yang efektif bagi siapa pun untuk menjerat siapa pun," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.