Sukses

Kejari Tahan Mantan Honorer RSD Soebandi Jember Kasus Pengelolahan Obat

Tersangka IDD menyalahgunakan kewenangan itu dengan memasukkan data pasien BPJS Kesehatan untuk mendapatkan obat, yang kemudian menjual obat tersebut ke pihak lain.

Liputan6.com, Jember - Mantan pegawai honorer Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember, Jawa Timur berinisial IDD ditahan Penyidik Kejaksaan Negeri setempat setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengelolaan obat.

Kepala Kejari Jember I Nyoman Sucitrawan mengatakan tersangka sebelumnya bekerja sebagai staf administrasi depo farmasi rawat jalan di RSD dr. Soebandi.

"Sehingga memiliki kewenangan memasukkan data pasien untuk mendapatkan obat bagi pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan," katanya di Jember, dilansir dari Antara, Selasa (29/11/2022).

Menurut ia, tersangka IDD menyalahgunakan kewenangan itu dengan memasukkan data pasien BPJS Kesehatan untuk mendapatkan obat, yang kemudian menjual obat tersebut ke pihak lain.

"Tindakan itu mengakibatkan RSD Soebandi tidak bisa mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan dan harus menanggung kerugiannya," tutur Kajari.

Ia mengatakan tersangka IDD langsung mengeluarkan obat karena yang bersangkutan memiliki kewenangan sebagai staf administrasi depo farmasi di rumah sakit rujukan itu.

"Tindakan yang dilakukan IDD itu terjadi sejak 2016 hingga 2021 sehingga RSD dr. Soebandi Jember tidak bisa mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan dan harus menanggung kerugian," katanya.

Atas perbuatan tersangka negara mengalami kerugian hinggga Rp355 juta lebih. Tersangka IDD disebutkan melakukan tindak pidana itu seorang diri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terancam 4 Tahun Penjara

Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, subsider Pasal 3 Jo Pasal 28 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ancaman hukumannya minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun penjara, serta denda minimal Rp200 juta hingga Rp1 miliar," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.